Suatu Kajian Kebebasan Beragama Dalam Peraturan Bersama Mentri Agama dan Mentri Dalam Negeri N0. 9 dan 8 Tahun 2006 Menurut Perspektif Kebebasan Beragama Dalam UUD pasal 29 ayat (2)

Kebebasan beragama secara umum dipahami sebagai kebebasan seseorang untuk memilih dan mengungkapkan keyakinan tanpa ditekan atau dideskriditkan atas pilihan tersebut. Kebebasan beragama atau berkeyakinan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam pengertian ini kebebasan beragama bukan anugerah atau pemberian negara tetapi melekat pada diri manusia. Prinsip-prinsip di ataslah yang disampaikan para pendiri bangsa dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada saat merumuskan UUD 1945 khususnyaPasal 29 ayat (2). Berdasarkan dari uraian di atas, maka perspektif HAM tentang jaminan kebebasan beragama menjadi sangat penting dalam menafsirkan kebebasan beragama dalam konstitusi Republik Indonesia. Karena itu menggunakan perspektif HAM dalam merumuskan norma UU dan/atau perundang-undangan yang terkait dengan kebebasan beragama adalah langkah konstitusional. Peraturan Bersama Menteri yang merupakan bagian dari Perundang-undangan Indonesia mengatur mekanisme pendirian rumah ibadah. Pengaturan pendirian rumah dalam Peraturan Bersama Menteri kerap kali digunakan kelompok intoleran untuk menghambat atau menghalang-halangi umat beragama untuk beribadah di rumah ibadahnya. Tindakan menghambat atau menghalang-halangi umat untuk beribadah merupakan pelanggaran kebebasan beragama. Sebab UUD 1945 Pasal 29 ayat (2) dengan jelas memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk beribadah menurut agamanya. Deklarasi HAM dalam Pasal 18 juga memberikan jaminan kebebasan untuk beribadah menurut agamanya di depan publik. UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 maupun deklarasi HAM memberikan tanggung-jawab kepada negara untuk menegakan jaminan kebebasan beragama. Pemerintah sebagai representatif negara bertanggung-jawab untuk menghormati, melindungi dan memenuhi prinsip kebebasan beragama. Namun pemerintah justru melimpahkan tanggungjawab tersebut kepada masyarakat melalui pengaturan pendirian rumah ibadah dalam Peraturan Bersama Menteri. Dengan demikian Peraturan Bersama Menteri menurut penulis adalah wujud ketidak-mampuan pemerintah melaksanakan tugasnya. Selain itu, Peraturan Bersama Menteri adalah bukti pemerintah tidak konsisten melaksanakan amanat konstitusi