Evaluasi Kebijakan Impor Bawang Putih Indonesia

Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan semakin kecil nilai produksi bawang putih menimbulkan kondisi disequilibrium dalam pasar bawang putih dalam negeri. Kondisi ini merupakan penyebab utama meningkatnya volume permintaan impor bawang putih. Kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah pun terlalu fokus pada pengaturan impor semata. Selain itu pada prakteknya, pemerintah tidak menyiapkannya secara terencana dan baik terhadap adanya liberalisasi, sehingga pemerintah tidak bebas lagi dalam menentukan kebijakan. Untuk itu perlu dianalisis dampak kebijakan yang telah dibuat terhadap perubahan penawaran, permintaan dan harga bawang putih Indonesia dan selanjutnya dapat menjadi bahan evaluasi bagi kebijakan yang telah dibuat. Sehingga ke depannya diperoleh suatu kebijakan yang mampu mengakomodasi pemenuhan kebutuhan akan bawang putih secara kontinyu serta di sisi lain juga mampu meningkatkan produksi bawang putih domestic secara signifikan. Penelitian ini antara lain bertujuan untuk: (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, permintaan dan harga bawang putih Indonesia; (2) mengidentifikasi dan menganalisis dampak kebijakan pemerintah dalam program impor bawang putih di Indonesia terhadap penawaran, permintaan dan harga bawang putih Indonesia; (3) Menyusun alternatif kebijakan yang tepat terkait dengan impor bawang putih Indonesia. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 1983 hingga 2013. Analisis data dilakukan dengan pendekatan ekonometrika. Model penawaran dan permintaan bawang putih Indonesia tersusun atas enam persamaan struktural dan dua persamaan identitas. Uji stasioneritas dan kointegrasi dilakukan untuk mencegah hasil regresi yang palsu ( spurious regression ). Estimasi parameter fungsi pada tiap model dilakukan dengan metode 2SLS. Setelah divalidasi, selanjutnya dilakukan simulasi kebijakan pemerintah berdasar periode pra liberalisasi dan pasca liberalisasi yaitu: depresiasi dan apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar, tarif impor (tanpa tarif dan ada tarif), kuota impor (tanpa kuota dan ada kuota), perluasan lahan usahatani bawang putih dan subsidi pupuk Urea. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas areal panen bawang putih dipengaruhi secara positif oleh luas areal panen satu tahun dan dua tahun sebelumnya, dan secara negatif oleh curah hujan, harga pupuk Urea tahun sebelumnya, dan harga gabah tahun sebelumnya serta responsif dalam jangka panjang terhadap luas areal satu tahun dan dua tahun sebelumnya. Perubahan 1 persen pada luas areal satu tahun dan dua tahun sebelumnya pada jangka panjang akan berpengaruh sebesar masing-masing 32,84 dan 14,36 persen persen terhadap luas areal panen bawang putih. Produktivitas bawang putih dipengaruhi secara positif oleh lag produktivitas bawang putih serta responsif dalam jangka panjang terhadap lag produktivitas. Impor bawang putih dipengaruhi secara positif oleh produksi bawang putih Indonesia dan nilai tukar serta secara negatif oleh tarif impor. Seluruh variabel tidak responsif terhadap impor. Konsumsi bawang putih Indonesia dipengaruhi secara negatif oleh harga riil bawang putih impor Indonesia dan secara positif oleh lag konsumsi bawang putih Indonesia. Lag konsumsi bawang putih responsif dalam jangka panjang terhadap konsumsi bawang putih Indonesia. Harga riil bawang putih impor dipengaruhi secara positif oleh tarif impor. Sementara harga bawang putih eceran dipengaruhi secara negatif oleh konsumsi bawang putih Indonesia dan penawaran bawang putih Indonesia serta secara positif oleh harga bawang putih impor Indonesia. Hasil simulasi kebijakan periode pra dan pasca liberalisasi menunjukkan bahwa. pemerintah seharusnya memberikan perhatian yang lebih besar pada upaya-upaya peningkatan produksi bawang putih domestik daripada terus-menerus melakukan perubahan instrumen impor bawang putih. Pemberlakuan kebijakan impor pada kedua periode akan lebih baik jika disertai kebijakan peningkatan produksi bawang putih domestik. Sehingga pemenuhan kebutuhan bawang putih dapat berimbang antara hasil produksi domestik dengan impor. Pemerintah Indonesia disarankan untuk melakukan renegosiasi pemberlakuan tarif impor bawang putih, dan memasukkan bawang putih ke dalam kategori General Exceptions. Sebagai hambatan nontariff pemerintah disarankan mengatur kembali pembatasan impor melalui Rekomendasi Produk Impor Hortikultura (RIPH), menggalakkan SNI bawang putih disamping pemberlakuan Sanitary and Phytosanitary (SPS) serta mengembalikan kemampuan monopoli BULOG sebagai upaya proteksi internal baik untuk produsen maupun konsumen bawang putih Indonesia. Pengawasan terhadap efektivitas kebijakan subsidi pupuk Urea dan langkah konkret untuk mencegah konversi lahan usahatani bawang putih menjadi lahan komoditi lain juga disarankan untuk ditingkatkan. Penelitian lebih lanjut disarankan untuk model luas areal panen dan produktivitas dengan memasukkan variabel input produksi seperti harga pestisida, harga benih jika telah tersedia, dan upah tenaga kerja. Penggunaan data cross section di samping data time series disarankan untuk dilakukan karena kondisi tiap daerah di Indonesia yang memungkinkan variasi data yang sangat beragam. Model permintaan bawang putih disarankan untuk dibagi menjadi dua komponen, yaitu permintaan rumahtangga dan industri pengolahan mengingat bawang putih hampir selalu menjadi bahan baku makanan yang diproduksi industri pengolahan