Post Traumatic Growth pada Korban Broken Home

Post-traumatic growth refers to the positive growth experience after experiencing trauma, such as increased wisdom, maturity, appreciation for life, and spiritual growth. Meanwhile, broken home refers to a family in a disordered condition, with both parents no longer living together in one household or having already divorced, resulting in children usually living with a single parent. This study used a qualitative method with a phenomenological approach, and involved four research subjects who were children of broken homes from families who had divorced. The subjects were males and females aged 20 to 27, selected using purposive sampling. Data were collected through interviews, observations, and documentation, and analyzed using the interactive model of analysis technique. The results of the study showed that all four subjects were able to achieve post-traumatic growth.Post-traumatic growth adalah pengalaman pertumbuhan yang positif setelah mengalami trauma, seperti peningkatan kebijaksanaan, kedewasaan, penghargaan terhadap hidup, dan peningkatan spiritual. Sementara broken home merujuk pada keluarga yang kondisinya berantakan, dengan kedua orang tua tidak lagi tinggal bersama dalam satu rumah atau sudah bercerai, sehingga anak biasanya hidup dengan orang tua tunggal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, dan melibatkan empat subjek penelitian yang merupakan anak-anak korban broken home dari keluarga yang telah bercerai. Subjek penelitian terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 20 sampai 27 tahun, yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, dan dianalisis menggunakan teknik analisis interaktif model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat subjek mampu mencapai post-traumatic growth