Aplikasi teori Double Movement Fazlur Rahman pada QS.Adh-Dhuha

Skripsi ini meneliti tentang aplikasi teori Double Movement Fazlur Rahman pada QS. Adh-Dhuha. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui reinterpretasi QS. Adh-Dhuha melalui metodelogi yang ditawarkan Fazlur Rahman, dengan mengkaji QS. Adh-Dhuha tersebut dari sisi historis surat baik secara mikro maupun makro, guna ditemukan nilai ideal moral atau spirit yang terdapat dalam QS. Adh-Dhuha, untuk kemudian dikontekstualisasikan pada kehidupan masa kini. Metode yang dilakukan dalam penelitian adalah jenis kualitatif dengan menggunakan data-data kepustakaan (Library Research) dan bersifat deskriptif analitis, karena yang menjadi objek penelitian adalah pembacaan atas Alquran. Dalam hal ini penulis menggunakan teori Double Movement Fazlur Rahman dalam menganalisis teks Alquran surat Adh-Dhuha. Pembacaan teks Alquran melalui analisis sejarah QS. Adh-Dhuha, menghasilkan unsur-unsur spesifik dan premis-premis yang mengantarkan Nabi Muhammad pada potensi kerasulannya karena status Nabi Muhammad sebagai yatim, belum mendapatkan wahyu atau petunjuk dan kekurangan harta tidak membuat keluarga dekatnya mengabaikannya, Allah mengirimkan pertolongan melalui keluarga Halimah yang menyusui Nabi Muhammad, Abdul Muthalib, Abu Thalib, dan Khadijah. Mereka melindungi Nabi Muhammad, memberikan perlindungan dan kasih sayang dari Abdul Muthalib maupun Abu Thalib, serta memberikan kecukupan harta melalui Khadijah sebagai saudagar kaya sekaligus istri Nabi Muhammad. Surah adh-Dhuha memberikan gambaran status Nabi yang pernah mengalami fase tersebut hendaknya ia atau umatnya tidak mengabaikan tiga golongan ini; anak yatim, orang bodoh, dan fakir miskin. Serta tidak menghardik, berlaku sewenang-wenang terhadap mereka. Dengan demikian nilai ideal moral dalam QS. Adh-Dhuha tersebut adalah bahwa setiap individu, keluarga, komunitas, atau bangsa akan mampu mengembangkan potensi besarnya, apabila mereka tidak mengabaikan tiga golongan ini; anak yatim, orang bodoh dan fakir miskin. Hendaknya anak yatim diberikan perlindungan seperti panti asuhan beserta fasilitas kesehariannya dan diberikan pendidikan hingga mereka mampu mandiri, orang bodoh hendaknya diberikan petunjuk dengan cara yang baik dan benar, fakir miskin hendaknya tidak dihardik melainkan diberikan harta secukupnya dan diberikan motivasi agar mampu memperbaiki diri dan meninggalkan pekerjaan meminta-minta, sehingga beralih kepada usaha kecil-kecilan. Indonesia telah memiliki pasal 31 dan 34 yang serasi dengan ideal moral adh-Dhuha. Namun secara praktek masih belum dikatakan sempurna dan tidak sesuai harapan dan tujuan, karena banyaknya pemanfaan seperti panti asuhan sebagi ladang bisnis