UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA DI TENGAH HIMPITAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 91/PUU-XVIII/2020

The Job Creation Act is believed to be able to end the obesity of statutory regulations in Indonesia which often creates disharmony between laws and regulations which results in sectoral ego and bureaucracy in providing government services to the people, both in the form of permit and non-permit. The spirit of the Job Creation Act in the context of regulatory simplification is expected to accelerate national economic recovery in the midst of a pandemic and to cut bureaucracy in services for investment and MSMEs. However, along the way, the Constitutional Court Decision No. 91/PUU-XVIII/2020 has stated that Law No. 11 of 2020 concerning Job Creation does not have conditionally binding legal force as long as it is not interpreted as "no amendment are made within 2 (two) years, even if it cannot be resolved, it becomes permanently unconstitutional and the amended and revoked law is declared to be reinstated. This research is a normative legal research or literature research (doctrinal research), which uses primary and secondary legal materials. These two materials are used in order to obtain a comprehensive analysis and perspective on the legal issues discussed. This research was conducted in order to analyze the job creation law after the Constitutional Court's decision. The Job Creation Act is still in effect but cannot be implemented, therefore the government as the initiator must immediately assign the Minister of Law and Human Rights to revise the Job Creation Law as soon as possible so that the process of procedure and its formation with Law No. 12 of 2011, or amendment to Law No. 12 In 2011 by adding the omnibus method and the procedure for its formation.   Keywords: Conditional unconstitutional.Undang-Undang Cipta Kerja diyakini dapat mengakhiri obesitas peraturan perundang-undangan di Indonesia yang acap kali menimbulkan disharmoni diantara peraturan perundang-undangan yang berakibat pada ego sectoral dan birokratisnya penyelengara pelayanan pemerintah terhadap rakyat baik dalam bentuk perizinan dan non perizinan. Semangat Undang-Undang Cipta kerja dalam rangka simplikasi regulasi diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional ditengah-tengah pandemic dan memangkas birokrasi dalam pelayanan terhadap investasi serta UMKM. Namun dalam perjalanannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 telah menyatakan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun, bahkan apabila tidak dapat terselesaikan maka menjadi inkonstitusional permanen dan undang-undang yang diubah serta dicabut dinyatakan berlaku kembali”. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (doctrinal research), yang menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Kedua bahan tersebut digunakan dalam rangka memperoleh analisis yang komprehensif dan perspektif terhadap permasalahan hukum yang dibahas. Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka menganalisis Undang-Undang Cipta kerja pasca putusan MK. Undang-Undang Cipta Kerja masih berlaku namun tidak dapat diimplementasikan, maka dengan demikian pemerintah sebagai inisiator harus segera menugaskan Menteri Hukum dan Ham untuk segera memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja agar disesuaikan proses tata cara serta pembentukannya dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011, atau melakukan perubahan terhadap Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 dengan menambahkan metode omnibus dan tata cara pembentukannya.     Kata kunci : Inkonstitusional Bersyarat