HADIS-HADIS TENTANG AMR AL-DUNYA (URUSAN DUNIA) (KAJIAN MA’ANIL HADIS)

Skripsi ini mencoba iiiitnk memahami hadis-hadis lentang amr al-dunya (urusan dunia). Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, yaitu adanya pemahaman parsia! dan tekstual dengan berdasar pada persepsi pribadi person, maka penulis berusaha untuk hadis-hadis tentang aim al-dunya (urusan dunia) secara integral bukan secara atomistik (parsial) dan kontekstual yaitu dengan menggunakan metode pendekatan tematik-hermeneutik yang merupakan perpaduan antara metode tematik Yusuf al-Qardawi dengan pendekatan tematik model Fazlur Rahman dan Musahadi HAM. Metode tematik ini digunakan dengan tujuan untuk memahami hadis tentang aim al-dunya secara utuh dan tidak parsial dengan menyertakan hadis-hadis lain yang setema dan juga dengan berdasar pada petunjuk al-Qur’an dan mengembalikan pengertian amr al-dunya dan anir al-din pada al-Qur’an dan hadis. Adapun pendekatan hermeneutik ini dilakukan selain sebagai usaha untuk memahami hadis secara kontekstual yaitu dengan cara memahami hadis dengan memperhatikan yang meliputi Han melatarbelakangi lahirnya hadis, mengetahui eksistensi hadis pada masa lain kemudian memproyeksikan tujuan-tujuan hadis pada konteks kekinian. Berdasarkan penelitian yang ada maka hadis-hadis tentang amr al-dunya (urusan dunia) dapat dipetakan menjadi dua, yaitu hadis-hadis yang her latar belakang penyerbukan pohon kurma dan hadis-hadis yang tidak mempunyai latar belakang khusus ataupun yang berlatar belakang selain penyerbukan pohon kurma. Berdasarkan penelitian penulis, akhirnya penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan urusan-urusan agama adalah segala urusan yang bersifat syar’i baik dalam bidang aqidah, akhlak, syari’ah yang meliputi ibadah dan muamalah, pemberitaan tentang hari akhir, tentang Nabi-nabi dan tain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan urusan dunia disini adalah segala urusan yang bersifat non syar’i (tidak dimaksudkan dengan lujuan syar’i) dan tidak mengatasnamakan sebagai wuhyu Allah semisal kebiasaan Nabi, minyak wangi yang disukai, cara Nabi berbaring, profesi/penghidupan dan lain-lain. Berdasarkan penjelasan ini, jika diproyeksikan kedalam konteks kekinian maka dapat dipahami bahwa segala ketentuan yang berkaitan dengan urusa-urusan (agama) yang bersifat syar’i maka kita wajib untuk mengikuti apa yang telah disampaikan Nabi baik secara global ataupun terperinci baik dalam bidang aqidah, akhlak dan syari’ah yang meliputi ibadah dan muamalah. Adapun pemahaman tentang urusan-urusan dunia ini tidak hanya dalam bidang profesi saja -sebagaimana pemahaman secara kontekstualparsial yang ada sebelumnya- melainkan juga minat, sclera, kebiasaan, mode pakaian, teknologi, pengetahuan umum, dan lain-lain. Berdasarkan penjelasan diatas, maka menjadikan hadis ini sebagai dalih untuk tidak mengikuti aturan-aturan syar’i dibidang muamalah sungguh sangat tidak relevan. Hadis ini juga tidak bisa dijadikan sebagai dalil dan landasan untuk bersikap longgar dan dinamis dalam memahami aturan-aturan syar’i dibidang muamalah karena memang hadis ini tidak menunjuk kepada yang demikian. Hadis ini hanya berisi ketentuan untuk mengikuti Nabi dalam urusan-urusan yang bersifat syar’i baik secara global maupun terperinci