Tinjauan hukum Islam terhadap pengupahan sistem royongan di Desa Kliris Kecamatan Boja Kabupaten Kendal

Suatu pekerjaan yang dilakukan seorang buruh perlu mendapatkan sebuah timbal balik dari seorang yang menyewanya. Seorang petani yang menyewa jasa buruh tani perlu membayarkan upah untuk buruh ketika pekerjaan telah usai dikerjakan. Praktek pengupahan buruh kerja pada sistem royongan di desa Kliris kecamatan Boja kabupaten Kendal merupakan bentuk akad ijarah antara petani dengan pekerja royongan. Pengupahan pada sistem royongan ini dilakukan satu tahun sekali. Adapun prakteknya bermula ketika petani menyewa jasa pekerja royongan mencangkul di lahannya, namun ketika pekerjaan tersebut telah selesai dikerjakan buruh, petani menunda pembayarannya dan akan dibayarkan di akhir tahun, padahal dalam satu tahun petani menggunakan jasa buruh selama tiga sampai empat kali lebih dalam satu tahun. Namun yang terjadi di desa Kliris kecamatan Boja kabupaten Kendal pengupahan tersebut ditunda. Skripsi ini menggunakan metode pendekatan hukum normatif-empiris dengan tujuan didapatnya data ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Metode ini penulis gunakan dengan pendekatan studi kasus yang tanpa adanya campur tangan pengadilan dengan kasus berada dimasyarakat dan dihubungkan dengan teori dan peraturan dalam islam. Pengumpulan datanya menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Adapun untuk menganalisis data yang telah terkumpul menggunakan metode deskriptif analisis yaitu sebuah metode yang dipakai untuk menggambarkan secara obyektif pengupahan pada sistem royongan di desa Kliris kecamatan Boja kabupaten Kendal. Setelah memperoleh gambaran praktek pengupahan pada kegiatan royongan kemudian dianalisis menurut pandangan hukum islam yang dikaitkan dengan teori Ijarah. Hasil penelitian dilapangkan, penulis menemukan pada praktek pengupahan di kegiatan royongan yang dilakukakan di desa Kliris kecamatan Boja kabupaten Kendal ini sudah mengakar menjadi tradisi masyarakat. Upah kerja yang ditunda pembayarannya dan diberikan pada saat akhir tahun sejatinya buruh merasa keberatan dengan cara tersebut, karena didalamnya mengandung unsur kekecewaan yang dialami oleh buruh, namun buruh dengan terpaksa mengikhlaskan pengupahan yang tertunda tersebut. Walaupun nampaknya penundaan pembayaran upah mengandung unsur kerugian di salah satu pihak yaitu dengan menghilangkan hak-hak pekerja mendapatkan upah guna mencukupi kebutuhan sehari-harinya, namun pekerja kelompok royongan merasa ikhlas karena hal tersebut telah menjadi kebiasaan adat istiadat yang mengakar dalam masyarakat. Buruh memaklumi dengan keadaan penundaan upah tersebut karena kondisi ekonomi dari petani yang tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena bukan kehendak dari petani sendiri. Alasan lain yaitu karena penundaan upah dari petani dilakukan sebagai bentuk tolong-menolong yang diberikan buruh kepada petani. Maka penundaan upah yang dibayarkan di akhir tahun ini dibolehkan dalam hukum Islam