Perlindungan Hukum Upah Pekerja Terhadap Perusahaan Pailit dan Dampak Hukumnya Terhadap Kreditur Lainnya

Perlindungan hukum “Upah Pekerja“ setelah Putusan Mahkamah Kostitusi Nomor 67/PUU-XI/2013, terhadap perusahaan yang pailit dan atau dipailitkan menjadi hak yang paling diutamakan dan serta merta harus didahulukan melebihi hak manapun yang dipunyai oleh kreditor, baik kreditor preferen, sparatis maupun konkuren. Hak buruh lainnya, sebagaimana diatur dalam pasal 165 UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat diperlakukan sebagai hak istimewa sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi nomor 67/PUU-XI/2013 tersebut, dengan memperhatikan harta perusahaan pailit, kepentinganan dan tingkatan kreditor lainnya. Indonesia menganut azas hukum Res judicata pro veritate habeteur yaitu bahwa Putusan hakim dianggap benar sampai ada putusan hakim lain yangmengoreksinya, dan berdasarkan teori hukum dan asas-asas keadilan, maka sudah selayaknya para penegak hukum dan para pihak dalam pelaksana perusahaan pailit untuk memprioritaskan hak buruh (upah pekerja) dibandingkan dengan kreditor lainnya. Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 67/PUU-XI/2013, memberikan “kepastian hukum” bagi pekerja, dan mempermudah pekerjaan PKPU maupun Kurator, untuk membagi harta pailit tersebut secara berjenjang pada kreditur preferen, sparatis dan kemudian konkuren sekaligus dalam eksekusinya. Hak pekerja lainnya yang diatur dalam pasal 165 UU Nomer 13 tahun 2013; dalam pembayarannya harus dipertimbangkan lebih lanjut karena merupakan biaya yang sangat besar, sehingga tidak serta merta dibayar sebagaimana pada pembayaran upah, namun dapat dijadikan pertimbangan untuk diprioritaskan dan sejajar dengan kreditur sparatis atau bahkan dengan kreditur preferent