Analisis pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai negeri sipil di badan kepegawaian daerah kabupaten tegal

Sejak diterapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang sekarang ini telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menandai diimplementasikannya otonomi daerah. Misi utama dari pelaksanaan otonomi daerah adalah penyerahan sebagian besar kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, termasuk di dalamnya kewenangan di bidang kepegawaian. Konsekuensi dari penyerahan kewenangan ini, di satu sisi Daerah diberikan keleluasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan segala potensi yang dimiliki, tetapi di sisi lain mengandung tanggung jawab yang besar atas keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Penyerahan kewenangan di bidang kepegawaian telah mengakibatkan terjadinya perubahan struktur organisasi dan sistem kerja, guna menghadapi kompleksnya tugas dan tanggung jawab di bidang kepegawaian yang sebelumnya lebih banyak ditangani oleh Badan Kepegawaian Negara. Hal ini tentu menuntut kinerja yang tinggi, untuk dapat melaksanakan tugas-tugas di bidang kepegawaian dengan baik. Sementara itu, disadari bahwa kinerja yang tinggi tidak akan dapat dicapai tanpa adanya motivasi kerja yang tinggi dari pegawai yang mengelolanya. Fenomena yang terjadi di lingkungan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Tegal sebagai lembaga yang mengelola bidang kepegawaian, disinyalir motivasi kerja pegawai masih perlu ditingkatkan, atas adanya indikasi menurunnya semangat kerja pegawai, kehadiran dan meninggalkan tempat kerja tidak tepat waktu, jenuh bekerja, dan adanya kecenderungan tidak mematuhi ketentuan/instruksi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dianalisis berapa besar pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai, dan faktor-faktor motivasi kerja apakah yang paling dominan mempengaruhi kinerja pegawai, serta upaya apa yang perlu diprioritaskan untuk meningkatkan kinerja pegawai. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui besar pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai di BKD Kabupaten Tegal, (2) mengetahui faktor yang paling dominan dari tiap faktor motivasi dalam mempengaruhi kinerja pegawai BKD Kabupaten Tegal, dan (3) memberikan rekomendasi mengenai upaya yang perlu diprioritaskan untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai, agar kinerjanya semakin baik. Penelitian dilakukan di BKD Kabupaten Tegal, pada bulan Januari 2006 sampai Pebruari 2006. Pengambilan sampel didasarkan pada teknik sensus, yang melibatkan seluruh pegawai, yaitu sebanyak 51 orang. Sedangkan analisis data dilakukan dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) yang diolah dengan bantuan software LISREL versi 8.51, untuk menguji kesesuaian antara model struktural yang sudah disusun secara teoritis dengan data empiris yang ada di lapangan. Hasil dari pengolahan data ini, yang kemudian digunakan dalam analisis pembahasan dan implikasi manajerial bagi organisasi. Dalam penelitian ini terdapat 10 (sepuluh) atribut yang dianalisis sebagai peubah/variabel indikator yang digunakan untuk mengukur pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai, yang dipersepsikan dengan peubah laten eksogenus motivator dan hygiene. Dari 10 atribut yang dianalisis, lima diantaranya digunakan untuk mengukur peubah laten eksogenus motivator, yaitu peubah indikator keberhasilan pelaksanaan tugas (X1), pengakuan (X2), pekerjaan itu sendiri (X3), tanggung jawab (X4), dan pengembangan (X5). Sedangkan lima atribut selebihnya digunakan untuk mengukur peubah laten eksogenus hygiene, yang terdiri dari peubah indikator kebijaksanaan dan administrasi organisasi (X6), supervisi (X7), hubungan antar pribadi (X8), suasana kerja (X9), dan upah/gaji (X10). Analisis dengan menggunakan SEM berlaku ketentuan bahwa, sebuah model yang dibangun dapat diterima keabsahannya, apabila memenuhi beberapa kriteria, antara lain : P-value harus lebih dari 0,05 (P-value > 0,05), nilai RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) harus kurang dari atau sama dengan 0,08 (RMSEA ≤ 0,08), dan nilai Chi-square (X2) model harus lebih kecil dari derajat bebasnya (Degree of Freedom). Dari pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan bantuan program LISREL versi 8.51, diperoleh hasil bahwa uji kecocokan model yang dilakukan telah memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan, yang ditunjukkan dengan nilai P-value sebesar 0.98033, nilai RMSEA sebesar 0,000 dan nilai Chi-Square (127,11) lebih kecil dari derajat bebasnya (162). Hasil ini memperlihatkan bahwa, model yang telah disusun secara teoritis ternyata memang didukung atau sesuai dengan data empiris di lapangan. Dengan demikian, tidak diperlukan lagi untuk melakukan berbagai modifikasi. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa motivasi kerja yang dipersepsikan dengan peubah laten eksogenus hygiene, ternyata mempunyai kontribusi lebih besar dibandingkan peubah laten eksogenus motivator terhadap kinerja pegawai, yaitu dengan nilai faktor muatan (loading factor) sebesar 0,24 dan nilai-t sebesar 3,17, sedangkan peubah laten eksogenus motivator mempunyai nilai faktor muatan sebesar 0,10 dan nilai-t sebesar 2,61. Meskipun nilai faktor muatan yang dikontribusikan besarnya berbeda, namun kedua peubah laten eksogenus tersebut mempunyai kontribusi yang positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Dalam membentuk variabel laten eksogenus hygiene, variabel indikator yang paling besar memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja pegawai adalah indikator suasana kerja (X9), dengan nilai faktor muatan sebesar 1,00. Sebaliknya, variabel indikator yang paling rendah kontribusinya terhadap peningkatan kinerja pegawai adalah variabel hubungan antara pribadi (X8), dengan loading factor sebesar 0,12. Selanjutnya dalam membentuk variabel laten eksogenus motivator, variabel indikator yang paling besar memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja pegawai adalah indikator pengakuan (X2), dengan nilai faktor muatan sebesar 1,00. Sedangkan variabel indikator yang paling rendah kontribusinya terhadap peningkatan kinerja pegawai adalah indikator pekerjaan itu sendiri (X3) dan indikator pengembangan (X5), yang keduanya mempunyai nilai faktor muatan sebesar 0,26. Peubah indikator dari kinerja pegawai yang diuji pada penelitian ini terdiri dari sembilan indikator, yaitu mutu pekerjaan (Y1), kejujuran pegawai (Y2), inisiatif (Y3), kehadiran (Y4), kerjasama (Y5), keandalan (Y6), pengetahuan tentang pekerjaan (Y7), tanggung jawab (Y8), dan pemanfaatan waktu (Y9). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, peubah indikator mutu pekerjaan (Y1) mempunyai kontribusi terendah dalam membentuk kinerja pegawai, sedangkan pembentuk kinerja pegawai paling utama dikontibusikan oleh peubah indikator inisiatif (Y3). Tindaklanjut dari hasil penelitian ini, terdapat implikasi manajerial yang dapat disampaikan. Pertama, dilihat dari kontribusinya terhadap kinerja pegawai, peubah laten eksogen hygiene mempunyai nilai paling besar dibandingkan dengan peubah laten eksogen motivator. Nilai faktor muatan dari indikator suasana kerja (X9) memberikan kontribusi tertinggi terhadap peubah laten eksogen hygiene dalam mempengaruhi kinerja pegawai. Menyikapi hal ini, maka pimpinan perlu menanamkan dan mengembangkan budaya bersih lingkungan, agar menjamin terciptanya suasana kerja yang semakin nyaman. Disamping itu, suasana kerja juga perlu ditunjang dengan tersedianya fasilitas kantor yang representatif, melalui kegiatan pengadaan dan pemeliharaan, sebagai wujud dari implementasi salah satu misi BKD Kabupaten Tegal. Sebaliknya, nilai faktor muatan dari indikator hubungan antar pribadi (X8) memberikan kontribusi terendah terhadap peubah laten eksogen hygiene dalam mempengaruhi kinerja pegawai, dibandingknan dengan indikator lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kurang adanya keterbukaan antar sesama pegawai, terutama antara atasan dan bawahan, untuk bisa saling mengerti dan memahami kondisi masing-masing. Terhadap hal ini cara yang dapat dilakukan adalah membangun sikap dan kebiasaan pegawai untuk berpikir positif terhadap diri sendiri, orang lain, waktu, pekerjaan dan masalah/kegagalan, melalui kegiatan staff meeting atau Gugus Kendali Mutu (GKM) yang dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan, dan menjalin tali silaturahmi keluarga besar pegawai BKD Kabupaten Tegal yang dilakukan di luar kedinasan, melalui kegiatan pertemuan keluarga, rekreasi bersama atau bentuk kegiatan lain yang sejenis. Kedua, meskipun kontribusi peubah laten eksogenus motivator terhadap kinerja pegawai lebih kecil, namun tidak boleh diabaikan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah indikator pekerjaan itu sendiri (X3) dan indikator pengembangan (X5) mempunyai kontribusi terendah terhadap peubah laten eksogenus motivator dalam mempengaruhi kinerja pegawai. Hal ini menggambarkan bahwa, kurang adanya kemauan dan kemampuan pegawai serta kurang didukung oleh penerapan sistem yang konsisten, seperti belum diterapkannya manajemen reward and punishment secara efektif. Oleh karena itu, untuk mengatasinya perlu : (a) menerapkan manajemen reward and punishment secara tegas dan konsisten, yang pada gilirannya dapat menjadi budaya organisasi. Solusi ini juga dapat diterapkan untuk menindaklanjuti variabel indikator pengakuan (X2), yang memberikan kontribusi terbesar terhadap peubah laten eksogenus motivator dalam mempengaruhi kinerja pegawai; (b) adanya pola pengembangan karier pegawai yang jelas, guna memberikan arah bagi pegawai dalam berkarier; (c) melaksanakan kegiatan “Analisis Kebutuhan Diklat (AKD)”, untuk mengidentifikasi berbagai jenis Diklat yang benar-benar dibutuhkan oleh pegawai dan organisasi; (d) mengimplementasikan pengetahuan, keahlian dan ketrampilan pegawai yang diperoleh dari hasil Diklat, melalui pemberdayaan pegawai secara optimal. Keberhasilan dalam melaksanakan upaya tersebut, diyakini akan melahirkan pegawai yang jujur dan konsisten, dapat bekerjasama, bertanggung jawab, menghargai waktu, memiliki daya inisiasi dan kreativitas serta mampu berkarya dengan kualitas yang baik. Karakter pegawai yang demikian, tidak lain adalah menggambarkan sosok pegawai yang memiliki kinerja yang baik. Berdasarkan kajian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai di BKD Kabupaten Tegal. Besarnya pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai lebih didominasi oleh faktor pemeliharaan (hygiene factor) dibandingkan dengan faktor motivasional. Hal ini dapat dipahami, mengingat faktor pemeliharaan (hygiene factor) mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kelangsungan hidup individu pegawai. Akhirnya, demi kesempurnaan dan untuk memperkaya hasil penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan topik pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai, terdapat beberapa saran yang dapat disampaikan, yaitu : (1) sebaiknya penelitian selanjutnya dapat mempergunakan kajian teori yang lain, seperti teori motivasi hierarki kebutuhan Maslow, teori motivasi McClelland, atau teori ERG (Exixtence, Relatedness and Growth) dari Alderfer; (2) sebaiknya menggunakan ukuran sampel pada rentang antara 100-200 sampel, seperti yang dianjurkan oleh Hair et al. (1995). Mengingat penelitian dengan menggunakan alat analisis SEM, memiliki chi-square yang bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel, dalam arti apabila sempel terlalu kecil (50) dapat mengakibatkan uji signifikansi (uji-t) menjadi kurang reliabel. Sedangkan penggunaan chi-square lebih sesuai, apabila ukuran sampel adalah antara 100-200 sampel; dan (3) mengingat peubah laten merupakan konsep abstrak yang tidak dapat diamati secara langsung, maka untuk mengukurnya perlu menggunakan peubah/ variabel indikator yang dapat diamati atau diukur secara empiris. Semakin banyak variabel indikator yang dapat dideteksi, maka akan semakin baik dalam menggambarkan peubah latennya. Oleh karena itu, sebaiknya untuk penelitian selanjutnya sedapat mungkin mampu mendeteksi dan menyajikan variabel indikator sebanyak mungkin yang benar-benar dapat digunakan untuk mengukur variabel latennya, agar menghasilkan model struktural yang representatif. Sedangkan berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai BKD Kabupaten Tegal agar kinerjanya semakin baik, maka dipandang perlu untuk menciptakan job satisfaction bagi pegawai dan mengelola penyelenggaraan Diklat yang lebih efektif