KAJIAN PENGENDALIAN MUTU MINYAK SAWIT PADA PT NADENGGAN, MEDAN

Industri minyak sawit di Indonesia merupakan salah satu yang memiliki daya saing tinggi di pasar internasional. Produk olahannya yaitu minyak sawit mentah (Crude Palm Oil atau CPO) menjadi komoditas ekspor yang handal dan penghasil devisa negara. Keragaman penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku industri pangan dan bukan pangan memberikan prospek yang cerah dibandingkan dengan kopi dan karet olahan. Total produksi CPO di Indonesia meningkat seiring dengan pesatnya laju investasi swasta dan asing di komoditi kelapa sawit. Untuk mengantisipasi peningkatan produksi CPO dan menghadapi era pasar bebas yang akan datang, dilakukan berbagai upaya agar daya saing minyak sawit dapat ditingkatkan. Salah satu upaya adalah melaksanakan pengendalian mutu untuk memperoleh CPO deligan mutu yang baik, karena kemampuan bersaing CPO dan turunannya didasarkan pada dua faktor yaitu harga yang kompetitif dan mutu yang baik. PT. Tapian Nadenggan adalah anak perusahaan di bidang perkebunan dari PT. SMART Tbk yang didirikan pada tahun 1979. Perusahaan tersebut memiliki perkebunan Langga Payung dan Paya Baung berikut pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 60 to~djam. Produk yang dihasilkan dijual ke pasar lokal dan sebagian besar di ekspor ke luar negeri, dan untuk dapat bersaing di pasar domestik dan internasional perusahaan harus meningkatkan mutu produknya. Permasalahan yang dihadapi perusahaan adalah Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dan kotoran minyak sawit yang dihasilkan berada diatas standar mutu yang ditetapkan, tetapi kadar air dan nilai DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) sesuai dengan standar. Tetapi bila dibandingkan dengan standar mutu "Special Quality" yang sudah diterapkan ole11 negara Malaysia untuk produk ekspor, maka mutu yang dihasilkan perusahaan masih sangat rendah (diatas standar mutu). Untuk menurunkan kadar ALB. kotoran, air dan menaikkan nilai DOBI maka dilakukan identifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya standar mutu, melakukan analisis pengendalian mutu yang dilaksanakan perusahaan, melakukan analisis upaya yang dilakukan untuk masalah yang ditemukan, dan melakukan analisis apakah standar mutu yang ada perlu ditingkatkan, disesuaikan dengan standar mutu pasar internasional yaitu "Special Qualily". Tujuan geladikarya adalah (1) Melakukan analisis pengendalian mutu yang diterapkan perusahaan, (2) Melakukan identifikasi berbagai faktor yang menjadi kendala dalam pencapaian standar mutu, (3) Melakukan analisis apakah standar mutu yang digunakan perusahaan ditingkatkan, disesuaikan dengan standar mutu pasar internasional yaitu "Special Quality", (4) Memberikan alternatif upaya perbaikan untuk menurunkan kadar ALB, air, kotoran dan meningkatkan nilai DOBI, (4) Mengkaji penerapan model statistik dalam pengendalian mutu CPO, agar diketahui mutu yang dihasilkan dapat dikontrol dengan baik atau tidak. Geladikarya dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2000. Metode penelitian yang digunakan dalam geladikarya adalah studi kasus. Analisis yang digunakan adalah analisis diagram pareto, diagram sebab akibat,analisis peta kontrol (control chart), analisis kapabilitas/kemampuan proses dan analisis paired comparison (penentuan bobot). Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif, kuantitatif, primer dan sekunder. Pengumpulm data primer didapatkan dari data harian pemeriksaan di laboratorium, observasi langsung, wawancara dan kuesioner. Data sekunder didapatkan dari laporan manajemen,studi pustaka dan dari sumber terkait. Pabrik kelapa sawit PT. Tapian Nadenggan menerima Tandan Buah Segar (TBS) dari perkebunan sendiri dan perkebunan Normark (PT. Satya Kisma Usaha).Tandan Buah Segar dari ketiga perkebunan sebelum dimasukkan ke loading ramp (tempat TBS sebelum dimasukkan ke lori) dilakukan penilaian mutu (grading) pada sampel yang dipilih. Berdasarkan diagram pareto diperoleh gambaran pabrik menerima buah matang 88,1%, buah terlalu matang 8,3%, dan buah mentah /kurang matang 3,6%. Dari analisis data penilaian mutu TBS dengan diagram pareto seharusnya kadar ALB minyak sawit rendah, tetapi kadar ALB yang dihasilkan tinggi karena penetapan kriteria matang panen mendekati buah terlalu matang. Dari analisis peta kontrol X-bar diperoleh kadar ALB rata-rata (Central Line )= 3,57, nilai Upper Control Limit (UCL) = 4,12, nilai Lower Control Limit (ILL) = 3,02, kadar ALB rata-rata diatas standar mutu karena standar mutu maksimal 3,00 %. Dari peta kontrol X-bar untuk kadar air diperoleh rata-rata (CL)= 0,15, nilai UCL = 0,21, nilai LCL = 0,09, kadar air rata-rata sesuai dengan standar mutu yaitu maksimal 0,15%, sedangkan kadar kotoran rata-rata (CL)=0,019, nilai UCL = 0,020, nilai LCL = 0,018, kadar kotoran rata-rata diatas standar mutu karena standar mutu maksimal 0,015%. Pada gambar peta kendali X-bar diketahui ada proses yang berada di luar batas atas kendali adalah peta kendali X- bar ALB sejumlah 2 proses yaitu pada tanggal 29 dan 31 Januari, peta kendali X- bar Air sejumlah 2 proses yaitu pada tanggal 10 dan 14 Februari dan untuk peta kendali X-bar Kotoran sejumlah 3 proses yaitu pada tanggal 10,ll dan 12 Februari. Hal tersebut mengindikasikan bahwa proses produksi minyak sawit tidak berada dalam pengendalian statistikal (tidak terkontrol) dan sekaligus juga mengindikasikan terdapat variasi penyebab khusus didalam proses. Oleh karena itu, indeks kapabilitaslkemampuan proses tidak dihitung dan tidak dianalisis. Analisis diagram sebab akibat menunjukkan berbagai faktor penyebab kadar ALB dan kotoran tinggi di atas standar sebagai berikut : (1) material yaitu jumlah TBS yang terlalu matang banyak diolah pabrik akibat restan di kebun dan pabrik dan TBS banyak terkontaminasi oleh sampah, pasir dan tanah, (2) mesin dengan tiekuensi kerusakan tinggi saat proses berlangsung sehingga kondisi kerja yang diinginkan seperti suhu, tekanan tidak mencapai standar, (3) manusia yaitu kurangnya pengetahuan tentang mutu buah sawit, faktor yang mempengaruhi mutu, kaidah setiap tahap produksi dengan segala aspeknya dan motivasi bekerja tidak ada, (4) metode yaitu tidak dibuatnya alat kontrol mutu buah dan kebersihan buah, serta dilakukan pengolahan kembali minyak sawit yang bercampur lumpur dengan tujuan agar jumlah minyak yang hilang dapat seminim mungkin.Analisis paired comparison (penentuan bobot) terhadap berbagai faktor kendala didapatkan prioritas faktor kendala masalah mutu yang hams dikendalikan berdasarkan bobot yaitu manusia (0,34), material (0,27), mesin (0,21) dan metode (0,18). Didalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan motivasi bekerja,manajemen perusahaan mengadakan pelatihan, temu-wicara, seminar, mengenai pengendalian mutu kepada karyawan khususnya karyawan SKU bulanan dan harian karena terlibat langsung proses panen, pengolahan di pabrik, pemeliharaan mesin, dan dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan lembaga pelatihan/universitas. Manajemen perusahaan membuat selebaran, pamflet, poster, dengan topik pengendalian mutu, dan dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan perusahaan percetakan.Untuk meningkatkan motivasi bekerja para karyawan,manajemen perusahaan membuat standar penilaian kerja untuk menerapkan sistem punishment dan reward. Untuk menurunkan kadar ALB, kotoran, air dan meningkatkan nilai DOBI minyak sawit, maka perusahaan hams mengendalikan mutu bahan baku yaitu buah sawit dengan melaksanakan sebagai berikut :(1) Memberikan peringatan terhadap perusahaan transportasi pengangkutan TBS bila tidak mematuhi peraturan yang disepakati, dan bilamana tetap mengabaikan peringatan sebaiknya mengganti dengan perusahaan lain diluar group perusahaan PT. SMART Tbk, (2) Menambah jumlah .unit traktor perkebunan untuk mempercepat proses melangsir TBS (3) Memperbaiki kondisi jalan di perkebunan agar pengangkutan TBS tidak terhambat pada musim hujan, (4) Menciptakan komunikasi antara asisten divisi dengan mandor panen, dan sesama mandor panen mengenai posisi keberadaan truk angkut dengan melengkapi alat komunikasi, agar tidak ada TBS yang tinggal di Tempat Pemungutan Hasil (TPH), (5) Meninjau kembali kriteria buah matang panen yang ditetapkan karena dengan kriteria itu didapatkan TBS yang terlalu matang, (6) TBS perkebunan Nonnark milik PT. Satya Kisma Usaha disarankan tidak diolah di pabrik Langga Payung karena lokasi yang jauh dari pabrik yang berakibat pelukaan buah sawit meningkat, (7) Melengkapi ancak panen yang tidak memiliki TPH yang dilapisi dengan plastik putih, karyawan pembrondol dengan goni plastik yang bersih tempat brondolan di TPM, (5) Meningkatkan kontrol kebersihan alat panen, TPH, dan truk pengangkut TBS. Perusahaan melakukan perbaikan proses produksi di pabrik agar mutu minyak sawit yang dihasilkan meningkat, dengan mengganti atau menambah mesin boiler yang kondisinya baik dengan tujuan tekanap uap di perebusan sesuai dengan norma. mengganti railway di depan rebusan, memperbaiki peralatan yang ada di sludge centrifuge agar pompa sludge dapat beroperasi dengan kapasitas yang maksimal, menambah jumlah lori rebusan untuk mengurangi pelukaan terhadap buah sawit, mengganti komponen tangki CST yaitu stiler, steam coil dan skimmer yang frekuensi kerusakannya tinggi, dan komponen mesin Oil Purifier agar beban kerja tidak melebihi kapasitas. Perusahaan memperbaiki metode kerja dengan membuat Buku Panen dan Buku Kerani sebagai alat pengendali pihak manajemen, tidak dilakukan pengolahan kembali minyak yang bercampur lumpur karena dapat meningkatkan kadar ALB dan kotoran CPO. Didalam meningkatkan daya saing di era pasar bebas mendatang, perusahaan melakukan perbandingan kriteria matang panen dan prosedur panen dengan yang berlaku di Malaysia dan teknologi pemanfaatan minyak sawit yang bercampur lumpur dengan tujuan dapat menggunakan standar mutu pasar internasional yaitu "Special Quality" untuk produk ekspor. Dari pengkajian yang dilakukan perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai titik kritis pada setiap tahap proses di pabrik yang mempengaruhi kenaikan ALB, air, kotoran dan menurunkan nilai DOBI, dan juga penelitian lebih lanjut mengenai biaya mutu untuk mengetahui biaya optimum yang digunakan membuat pengendalian mutu terpadu, agar dalam pelaksanaannya tetap mempertimbangkan faktor ekonomi