MAKROFITA SEBAGAI BIOINDIKATOR DEGRADASI LINGKUNGAN PERAIRAN LAUT DAN ESTUARIA AKIBAT TEKANAN ANTROPOGENIK DI KEPULAUAN SPERMONDE PROVINSI SULAWESI SELATAN

Makrofita terdiri atas beragam jenis seperti lamun, makroalgae dan tumbuhan air lainnya. Banyak diantara jenis tersebut yang memiliki nilai ekonomis dan dapat dimanfaatkan. Secara ekologis, makrofita memiliki banyak peran di lingkungan perairan. Salah satu diantaranya adalah sebagai bioindikator kondisi lingkungan yang ditempatinya. Permasalahan utama yang mempengaruhi makrofita seperti lamun, mangrove dan vegetasi pantai lainnya di Indonesia saat ini adalah kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan pengerukan dan penimbunan (reklamasi), eutrofikasi, pencemaran oleh buangan limbah industri, pencemaran minyak, kegiatan budidaya laut (keramba apung), dan overfishing. Untuk mengetahui kondisi makrofita dalam hubungannya dengan kealamian suatu lokasi, diadakan penelitian pada beberapa pulau di kepulauan Spermonde. Tiga pulau di Kepulauan Spermonde yaitu Pulau Lae-Lae, Barranglompo dan Kapoposang dipilih untuk mengetahui komposisi dan kondisi makrofita dalam hubungannya dengan letak berbeda pulau-pulau tersebut dari daratan utama. Transek kuadrat berukuran 50 cm x 50 cm digunakan untuk mengestimasi persentase penutupan dan kerapatan makrofita di lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah spesies makroalgae pada pulau yang berdekatan dengan daratan utama. Sebaliknya kondisi lamun semakin menurun dengan semakin dekatnya pulau dari daratan utama. Hal ini menunjukkan bahwa makrofita dapat digunakan sebagai bioindikator perairan. Pada daerah muara sungai, vegetasi banyak terganggu oleh aktivitas antropogenik seperti lalu lintas perahu dan konversi lahan bervegetasi untuk peruntukan lain sehingga sulit untuk dijadikan indikato