Perhitungan Weton, Tradisi, Pernikahan, Hukum Islam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tradisi perhitungan weton sebagai penentuan hari pernikahan pada masyarakat Jawa ditinjau dari hukum Islam. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian normatif empiris yaitu dengan cara melakukan penelitian dalam praktik di lapangan. Data penelitian ini dihasilkan melalui wawancara. Hasil penelitian menunjukkan Tradisi perhitungan weton dalam menentukan hari baik perkawinan di Desa Wonorejo yang dilakukan perhitungnannya sebelum lamaran dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan antara calon suami dan istri. Perhitungan weton tersebut menjadi patokan akhir sebagai penentu hari baik dan buruknya pada perkawinan dengan mencari kecocokan atau persamaan jumlah hari berdasarkan tradisi masyarakat sekitar. kemudian pandangan masyarakat dalam menjalankan tradisi weton tidak ada paksaan atau keharusan untuk mengikuti tradisi tersebut, bagi pihak yang tidak ingin mengikutinya tidak apa-apa jika tidak menggunakan tradisi weton karena kembali lagi pada keyakinan masing-masing orang. Selanjutnya pandangan tokoh agama bahwa tradisi weton diperbolehkan, selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama. Namun apabila dalam tradisi weton terdapat pelanggaran terhadap agama apalagi sampai menjurus kepada pendangkalan dan perluasan akidah, maka hal ini tidak diperkenankan.This study aims to determine the tradition of calculating weton as the determination of the wedding day in Javanese society in terms of Islamic law. This research is an empirical normative research approach, namely by conducting research in practice in the field. The research data was generated through interviews. The results of the study show that the tradition of calculating the weton in determining the auspicious day of marriage in Wonorejo Village, which is calculated before the application is intended to determine the suitability of the prospective husband and wife. The calculation of the weton becomes the final benchmark as a determinant of good and bad days at marriage by looking for compatibility or equality of the number of days based on the traditions of the surrounding community. Then the view of the community in carrying out the weton tradition is that there is no compulsion or obligation to follow this tradition, for those who do not want to follow it do not it's okay if you don't use the weton tradition because it goes back to the beliefs of each person. Furthermore, the view of the religious shop is that the weton tradition is permissible, as long as it does not conflict with religious norms. However, if in the weton tradition there are violations against religion, let alone leading to siltation and confusion of faith, then this is not permissibl