Disparitas Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Sertifikat Vaksin Covid-19

Sertifikat vaksin Covid-19 merupakan bukti bahwa masyarakat telah melakukan vaksinasi Covid-19. Ketakutan masyarakat untuk melakukan vaksinasi, dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan tindak pidana pemalsuan sertifikat vaksin Covid-19, dan pelaku harus diberikan sanksi pidana, akan tetapi dalam penjatuhan putusan oleh Hakim terjadi disparitas putusan, yakni disparitas putusan tentang tindak pidana pemalsuan sertifikat vaksin Covid-19 dalam Putusan Nomor: 562/Pid.B/2021/PN Mlg, Putusan Nomor: 1337/Pid.B/2021/PN. Jkt.Utr dan Putusan Nomor: 985/Pid.B/2022/PN Sby. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Setelah dilakukan penelitian dan dianalisis, dapat disimpulkan bahwa disparitas putusan hakim terhadap tindak pidana pemalsuan sertifikat vaksin Covid-19 dalam putusan tersebut didasarkan pada pertimbangan yuridis dan non-yuridis dengan adanya kebebasan Hakim dalam memilih surat dakwaan yang dapat dibuktikan pada dakwaan yang berjenis alternatif, sehingga putusan yang dijatuhkan Hakim terjadi disparitas meskipun tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa menunjukkan ciri yang sama dan dakwaan alternatif yang sama. Penggunaan KUHP sebagai ketentuan hukum yang bersifat umum sebagai dasar hukum dalam putusan karena dalam ketentuan hukum yang bersifat umum yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tidak mengatur penghapusan ketentuan hukum yang bersifat umum, sehingga Hakim dapat mengesampingkan asas lex specialis derogat lege generalis. Dapat direkomendasikan bahwa bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan perlu melihat yurisprudensi pada perkara yang serupa dan sebaiknya lebih memperhatikan asas lex specialis derogat lege generalis, sehingga dapat tercipta kepastian hukum