STUDI FENOMENOLOGI DINAMIKA RESILIENSI KORBAN TOXIC RELATIONSHIP

Toksisitas dalam hubungan interpersonal dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesejahteraan remaja, terutama pada fase remaja akhir yang merupakan masa transisi menuju kedewasaan. Namun, upaya untuk memahami dinamika resiliensi pada korban toxic relationship di fase remaja akhir masih terbatas. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dinamika resiliensi pada individu yang mengalami toxic relationship dalam fase remaja akhir. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi untuk memahami pengalaman subjektif korban toxic relationship. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan observasi dengan remaja yang pernah mengalami hubungan toksik. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis fenomenologis yang melibatkan identifikasi tema, pencarian pola, dan penafsiran makna. Hasil penelitian ini mengungkapkan beberapa temuan yang signifikan. Pertama, proses identifikasi dan pengakuan hubungan yang tidak sehat merupakan langkah awal penting dalam dinamika resiliensi. Remaja perlu menyadari dan mengenali tanda-tanda hubungan toksik agar dapat mengambil langkah-langkah yang tepat. Kedua, dukungan sosial, baik dari teman sebaya maupun keluarga, memiliki peran yang penting dalam memperkuat resiliensi remaja. Dukungan ini memberikan dukungan emosional dan praktis yang diperlukan untuk melawan pengaruh negatif dan memulihkan diri. Ketiga, proses penguatan diri dan pembelajaran merupakan bagian penting dalam dinamika resiliensi. Remaja perlu belajar menghargai diri sendiri, membangun kepercayaan diri, dan mengembangkan strategi adaptif untuk menghindari hubungan yang tidak sehat di masa depan. Sehingga, hal ini terbagi menjadi 4 fase untuk dilalui yakni fase proses putus, fase pasca putus, fase pemulihan dan bangkit, fase kehidupan baru. Adanya ketimpangan resilien subyek yang berdomisili di pusat kota Gresik dengan subyek yang berdomisili di pinggiran desa. Dalampenelitian ini subyek yang berdomisili di pinggiran desa lebih mampu resilien daripada yang berada di pusat kota. Kemudian usia juga berpengaruh dalam menyikapi problem yang dihadapi, dalam hal ini yang tertua adalah subyek MEA; sikap tenang yang ia tunjukkan pada peneliti lebih baik dari sikap tenang subyek ATPR ataupun subyek ADA dalam menyikapi fenomena hubungan toksik dalam hubungannya di masa kelam tersebut. Penelitian ini menyediakan pemahaman yang lebih dalam tentang dinamika resiliensi pada korban toxic relationship di fase remaja akhir. Implikasi praktis dari penelitian ini adalah pentingnya membangun kesadaran dan pendidikan yang lebih luas tentang hubungan yang sehat serta memberikan dukungan sosial yang kuat kepada remaja yang mengalami toxic relationship. Selain itu, penelitian ini juga menyoroti perlunya intervensi yang melibatkan dukungan profesional dan upaya untuk memperkuat kapasitas individu dalam menghadapi pengalaman yang sulit