Norma Persetujuan Kejaksaan Tinggi Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif

Legal issue atau isu hukum hukum dalam penelitian Tesis ini adalah, adanya ketidakjelasan makna dari konsep hukum yang populer dengan sebutan keadilan restoratif. Konsep tersebut dapat dijumpai dalam Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif. Hasil penelitian ditemukan bahwa walaupun syarat-syarat untuk dilakukan pengehtian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif, telah terpenuhi sebagaimana telah terdapat perdamaian antara pihak korban dan pelaku, pihak Kejaksaan Tinggi tetap tidak menyetujui untuk dihentikan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Kewenangan untuk menyetujui ataupun tidak menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative diberikan kepada pihak Kejaksaan Tinggi berdasarkan ketentuan Pasal 12 (dua belas) PERJA Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Walaupun penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif wajib untuk mendapatkan persetujuan kepala Kejaksaan Tinggi. Penulis mencermati bahwa norma persetujuan yang telah diatur dalam PERJA Nomor 15 tahun 2020 tersebut dapat menjadi penghambat dalam hal penghentian penuntutan suatu perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif. Norma persetujuan tersebut diatur demi mencegah penyimpangan dalam penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan keadilan restoratif. Keputusan yang terbitkan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur perihal tidak menyetujui penghentian penuntutan dua perkara pidana dengan pendekatan keadilan restoratif bertolak belakang dengan apa yang dimaksudkan dalam konsep keadilan restoratif menurut para ahli. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni jenis penelitian hukum yuridis normatif. Penelitian dilakukan dengan mengkaji Keputusan Jaksa Agung dalam penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan keadilan restoratif. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif adalah berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang terdiri dari Bahan Hukum Primer yaitu dari Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif, Keputusan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, serta Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Bahan Hukum Sekunder yaitu, bahan hukum yang mempunyai fungsi untuk menambah/memperkuat dan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer berupa, penelitian-penelitian terdahulu, jurnal ilmiah, makalah, buku-buku literatur yang berkaitan dengan objek penelitian. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang mempunyai fungsi untuk memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, dan media internet sebagai bahan penunjang informasi dalam melengkapi data dalam penelitian ini