Analisis Tingkat Bahaya Banjir menggunakan Geomorphic Flood Index (Studi Kasus: Jakarta Selatan)

Jakarta Selatan merupakan salah satu kota yang sering terjadi banjir. Data banjir Jakarta 100 tahun terakhir menunjukkan frekuensi banjir yang meningkat ditiap tahunnya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat bahaya banjir di Jakarta Selatan menggunakan Geomorphic Flood Index (GFI) sebagai metode analisis. Selain itu, juga berfokus pada perhitungan luas daerah bahaya banjir di Jakarta Selatan. GFI mampu membedakan antara daerah yang tergenang dan tidak tergenang dengan menggunakan klasifikasi biner sebagai ambang batas. Dalam pengolahan, diperlukan data batas administrasi, Digital Elevation Model (DEM) dan batas daerah aliran sungai (DAS). Dalam penentuan indeks bahaya banjir digunakan metode logika fuzzy yang memiliki kebenaran parsial dan dapat diklasifikasikan menjadi kelas-kelas bahaya, yaitu kelas rendah, sedang, dan tinggi. Indeks bahaya tinggi menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki peluang besar untuk terjadi banjir. Sebaliknya, semakin rendah indeks maka semakin kecil peluang untuk terjadi banjir. Hasil pengolahan didapatkan indeks bahaya tertinggi 0,9874 dan indeks terendah 0,0000. Luasan tiap kelasnya secara berurutan dari kelas bahaya tinggi, sedang, dan rendah adalah sebagai berikut; 993,388 ha; 461,675 ha; dan 2104,2988 ha. Luasan bahaya terbesar adalah Kecamatan Kebayoran Lama sebesar 564,707 ha. Persentase perbandingan antara luas kecamatan dengan luas bahaya itu sendiri tertinggi dimiliki oleh Kecamatan Mampang Prapatan, yaitu 34%, dimana luasan kecamatan tersebut 795,165 ha dengan luas bahaya 273,123 ha. ============================================================================================================== South Jakarta is one of the most commonly flooded cities. Jakarta flood data for the last 100 years shows that the frequency of flooding has increased every year. Therefore, this research aims to analyze the level of flood hazard in South Jakarta using the Geomorphic Flood Index (GFI) as the analysis method. In addition, it also focuses on calculating the extent of flood-hazard areas in South Jakarta. GFI can distinguish between inundated and non-inundated areas by using binary classification as a threshold. In processing, administrative boundary data, the Digital Elevation Model (DEM), and watershed boundaries are required. In determining the flood hazard index, a fuzzy logic method is used that has partial truth and can be classified into hazard classes, namely low, medium, and high. A high hazard index indicates that the area has a high chance of flooding. Conversely, the lower the index, the smaller the chance of flooding. The processing results obtained the highest hazard index of 0.9874 and the lowest index of 0.0000. The area of each class in order from high, medium, and low hazard classes is as follows: 993.388 ha, 461.675 ha, and 2104.2988 ha. The largest hazard area is the Kebayoran Lama sub-district, with 564.707 ha. The highest percentage of comparison between the sub-district area and the hazard area itself is owned by Mampang Prapatan Sub-district, which is 34%, where the sub-district area is 795.165 ha with a hazard area of 273.123 ha