(Memacu Reformasi Birokrasi dan Meningkatkan Daya Saing Indonesia

LATAR BELAKANG Pada masa Orde Baru, birokrasi publik selalu disebut sebagai birokrasi atau birokrasi yang membingungkan; fenomena lambat, tidak profesional, tidak kompetitif, tidak efisien, besar dan korup. Salah satu asal muasal reformasi (1998) adalah mengubah image atau positioning negatif yang dikenal dengan patologi birokrasi. Secara singkat Reformasi birokrasi diartikan sebagai upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good governance). Tujuan dari reformasi birokrasi adalah terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dengan aparatur berintegritas tinggi, produktif, dan melayani secara prima dalam rangka meningkatkan kepercayaan publik. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) sebagai instansi Pemerintah juga memiliki kewajiban untuk melaksanakan reformasi birokrasi sesuai dengan arah yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Dalam pandangan Lord Acton, power tends to corrupt. Absolutely power tends to corrupt absolutely. Karena fenomena tersebut, Indonesia memiliki kekuatan yang lebih besar untuk menjamin pelayanan publik yang lebih baik dan lancar serta peningkatan daya saingnya, termasuk penerapan tata kelola perusahaan yang baik - istilah yang diperkenalkan oleh Dana Moneter Internasional sehubungan dengan ekonomi pasca krisis. Yang dimaksud dengan sistem manajemen perusahaan yang mencerminkan hubungan sinergis antara manajemen dan pemegang saham, kreditur, dewan direksi, pemasok dan pemangku kepentingan lainnya (Nindyo dalam Khairandy, 2007). Konsep good corporate governance, pengembangan konsep good governance, meliputi unsur partisipasi, supremasi hukum, keterbukaan, tanggung jawab, orientasi konsensus, keadilan, efektifitas dan efisiensi. Namun, birokrasi publik tidak bernasib lebih baik sejak reformasi 1998, setidaknya menurut laporan tahunan Konsultan Risiko Politik dan Ekonomi Hong 1 Kong (PERC). Dalam laporannya, PERC menghimpun peringkat pengusaha asing yang terus menempatkan birokrasi Indonesia sebagai yang terburuk di dunia; Negara dengan tingkat korupsi tertinggi (Makka, 2004). Selain itu, hasil Indeks Persepsi Korupsi Transparency International menunjukkan bahwa Indonesia tidak lagi termasuk negara terkorup. Indonesia saat ini menempati peringkat 126 dari 180 negara yang disurvei. Indeks Persepsi Korupsi meningkat dari 0,3 pada tahun 2007 menjadi 2,6 pada tahun 2008. Indonesia termasuk dalam kelompok yang sama dengan Eritrea, Guyana, Honduras, Libya, Mozambik, dan Uganda. Indeks Aparatur Sipil Negara tidak jauh berbeda dengan Indeks Persepsi Korupsi