UU ITE SEBAGAI PEMBATASAN RUANG PUBLIK DI INTERNET (Studi Kasus: 3 Orang Korban UU ITE di Paguyuban Korban UU ITE)

Muhammad Islah Satrio, UU ITE Sebagai Pembatasan Ruang Publik di Internet (Studi Kasus: Korban UU ITE di Paguyuban Korban UU ITE) Skripsi. Jakarta: Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta, 2022. Tujuan penelitian ini antara lain untuk mengetahui bentuk ketidakadilan dalam penerapan UU ITE, batasan-batasan ruang publik di internet sejak diberlakukannya UU ITE, hingga mengetahui dampak yang dialami korban setelah terjerat dengan UU ITE. Lebih lanjut, penelitian ini akan menggunakan konsep ruang publik (public sphere) dari Jurgen Habermas untuk menganalisa batasan-batasan yang terjadi di internet sebagai ruang publik baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan pengumpulan data pada suatu latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi. Subjek penelitian ini berjumlah 3 orang yang menjadi korban dari jeratan UU ITE dan terlibat sebagai anggota paguyuban korban UU ITE (PAKU ITE) yang berlokasi di Makassar, Surabaya, serta Bogor. Selain itu, terdapat satu informan ahli yang berkedudukan sebagai triangulasi data, yaitu Dosen Hukum Tata Negara di Universitas Iblam sekaligus merupakan tenaga ahli di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Hasil penelitian ini yaitu; (1) terdapat tiga bentuk ketidakadilan dalam penerapan UU ITE, yaitu adanya batasan pengungkapan kebenaran terhadap pejabat publik yang melakukan pelanggaran hukum di internet, sebagai alat unutk melakukan intimidasi terhadap warga, (3) Adanya relasi kuasa dalam penggunaan UU ITE, (2) Terdapat tiga batasan ruang publik di internet sejak diberlakukannya UU ITE, yaitu meniadakan ruang diskusi di internet, inklusifitas yang dilanggar, dan kriminalisasi individu ditengah interaksi terhadap permasalahan publik, (3) Terdapat tiga dampak yang dialami korban setelah terjerat oleh UU ITE yaitu adanya pembatasa terhadap korban untuk memanfaatkan internet, mengalami ancaman di lingkungan tempat korban tanggal, dan membungkam kebebasan sipil. *********** The purpose of this research is to find out the form of injustice in the application of the ITE Law, the limitations of public space on the internet since the enactment of the ITE Law, to find out the impact experienced by victims after being entangled with the ITE Law. Furthermore, this study will use the concept of public space (public sphere) from Jurgen Habermas to analyze the boundaries that occur on the internet as a new public space. The method used in this research is qualitative method. The qualitative method is carried out by collecting data in a natural setting with the intention of interpreting the phenomena that occur. The subjects of this study were 3 people who were victims of UU ITE entanglement and were involved as members of the Association of Victims of UU ITE (PAKU ITE) located in Makassar, Surabaya and Bogor. In addition, there was one expert informant who served as data triangulation, namely a Lecturer in Constitutional Law at Iblam University who was also an expert in the People's Consultative Assembly (MPR). The results of the research are; (1) there are three forms of injustice in the application of the ITE Law, namely there are limitations to disclosing the truth to public officials who violate the law on the internet, as a tool to intimidate citizens, (3) There are power relations in the use of the ITE Law, (2) There are three restrictions on public space on the internet since the enactment of the ITE Law, namely eliminating discussion space on the internet, inclusiveness that is being violated, and criminalization of individuals in the midst of interactions with public problems, (3) There are three impacts experienced by victims after being ensnared by the ITE Law, namely that there are restrictions on victims using the internet, experience violations threats in the neighborhood where the victims date, and silence civil liberties. Keywords: Public space, restrictions, ITE Law, impact, power relations, internet, social media, public interest, inclusive, civil libertie