Amsal kafir dalam tafsir Al-Manar dan Al-Ibriz: studi komparatif penafsiran Muhammad Abduh dan K.H Bisri Mustofa

Kata kafir kerap menjadi bahasan yang sensitif dalam agama Islam, tudingan sana-sini ramai dilontarkan kepada mereka yang dianggap salah. Hal tersebut menimbulkan tanda tanya, siapakah yang pantas dikafirkan?. Lantas perlunya mengetahui makna relevan sesuai al-Qur’an, kemudian dikaitkan dengan penafsiran yang mempunyai latar belakang sosial keagamaan (adab al-Ijtima’i). Penelitian yang akan dikaji adalah makna kafir dalam ayat Amśal Musarrahah. Penelitian ini bertujuan mengetahui makna kafir, penafsiran kafir dalam ayat Amśal Musarrahah dan mengetahui persamaan-perbedaan Abduh dan Bisri Mustofa serta hikmah yang dibuat Allah Swt dibalik Amśal. Berangkat dari kerangka berfikir, bahawa pencarian makna kafir dilakukan pada ayat-ayat Amśal Musarrahah yang terdapat dalam al-Qur’an, karena adanya kemungkinan dalam perbedaan-persamaan pada pemaknaan, maka digunakanlah dua Kitab Tafsir untuk memberikan sedikit gambaran dari berbagai penafsiran. Metode penelitian ini adalah analisis deskriptif yang bersifat kualitatif. Sumber Primer, yaitu Tafsīr al-Manār karya Abduh dan al-Ibrīz karya Bisri Mustofa dan Sumber Sekunder terdiri dari buku-jurnal-skripsi terkait. Teknik pengumpulan data Library Research dan Content Analysis (analisis isi) sebagai teknik analisis data dengan metode Tafsir Muqarran, perbandingan antara dua kitab Tafsir. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Abduh dan Bisri Mustofa memaknai kafir cenderung sama, kafir dimaknai dalam bentuk sifatiyyah bagi orang yang menolak kebenaran dan mengingkari tanda-tanda kebesaran Allah. Dalam Q.S. al-Baqarah/2:171 Abduh dan Bisri Mustofa menafsirkan ayat sebagai pengertian kafir. Kemudian ayat berikutnya Q.S ali-Imran/3:117, Q.S al-A’rof/7:176. dan Q.S Hud/11:24, ditafsirkan sebagai ayat Amśal yang mejelaskan perumpamaan shodaqoh orang kafir seperti angin perusak tanaman tidak memberikan manfaat, perumpamaan seperti anjing yang menjulurkan lidah maksudnya ketidakpuasan terhadap pemberian Allah dan perumpamaan seperti orang buta-tuli, tidak mengerti atas informasi pun tidak dapat menyampaikannya, karena sejatinya mereka tidak ingin tau. Persamaan terletak hampir pada setiap penafsiaran ayat, sedangkan perbedaan yang paling terlihat pada Q.S ali-Imran/3:117, Abduh mengarikan kafir sebagai Yahudi, sedangkan Bisri Mustofa mengartikan Kafir secara umum saja. Hikmah dari adanya Amśal yaitu sebagai teguran Allah bagi orang-orang yang mendustkan ayat-ayat-Nya dan menjadikan pelajaran agar manusia berfikir dan menjauhi prilaku tersebut