Konsep Hamba Salih sebagai karakteristik kepemimpinan

Konsep kepemimpinan Islam selalu menjadi bahan diskusi, karena dalam sendiri kepempinan mempunyai beberapa makna seperti khilafah, imam, uli al-Amri, dan malik, selain itu terdapat pula konsep-konsep kepemimpinan yang digagas sebagai respon terhadap kepemimpinan Islam seperti kepemimpinan propetik, kepemimpinan ulul albab, tetapi yang menarik bahwa terdapat makna lain dalam yang menunjukkan kepemimpinan yakni ibadiya salihun pada surat al-Anbiya ayat 105-106 menegaskan bahwasanya bumi ini diwariskan kepada hamba-hamba-Nya yang salih. Istilah mewariskan merujuk kepada pemberian yang mempunyai persyaratan tertentu, sehingga menarik ketika hamba salih ini mempunyai karakteristik sebagai kepemimpinan dalam mengatur apa yang telah diberikan, sehingga umat Islam dapat mempersiapkan karakterisik kepemipinan untuk dapat mewariskan bumi. Penelitian menggunakan metode kepustakaan (library research), berbentuk kualitatif, yakni berupaya menghimpun data, mengolah dan menganalisanya secara kualitatif pada surat al-Tahrim ayat 10, surat al-Naml ayat 19 dan surat al-Anbiya> ayat 105. Sedangkan pendekatan yang digunakan ialah Semantik, Semiotka Roland Barthes dan Hermeneutika Gademer.Hasil dari Penelitian ini ialah: Pertama, Makna hamba salih dalam Al-Quran yakni orang-orang yang berbuat kebaikan dengan tiga ciri utama beribadah kepada Allah Swt, bertaubat dan melakukan perbaikan di dunia. Istilah ‘Ibadiya al-Salihun merupakan panggilan kelompok bagi orang-orang yang mempunyai karakteristik mengorbankan jiwanya untuk keridaan-Nya, bertakwa kepada Allah Swt, beriman, mengikuti ajaran Islam, beribadah, berserah diri kepada Allah Swt, tidak putus harapan, tidak sombong, berkata baik, bertawakkal dan meminta pertolongan hanya kepada-Nya, melakukan kebaikan di dunia, tidak bersedih hati, mengeluarkan zakat, berpengatahuan,mensyukuri segala nikmat, bertaubat, selalu berdoa, menafkahkan sebagian rizkinya, dari kelompok hamba-hamba yang salih itu di pilih oleh Allah Swt sebagai nabi dan rasul. Kedua, Penafsiran hamba salih dalam terulang tiga kali dengan istilah ‘Ibadiya Salihin pada surat al-Tahrim ayat 10, al-Naml ayat 19 dan al-Anbiya ayat 15 mempunyai konteks yang berbeda yakni pada surat al-Tahrim ayat 10 mengajarkan kepada pembaca mengenai kesalihan dalam keluarga, karena seorang ibu ataupun istri akan menentukan perjalanan seorang suami dan anak-anaknya, tetapi ketika keluarganya tidak dapat dibimbing dalam satu visi akan menimbulkan kekacauan, jika direlasikan sebagai kepemimpinan,pertama adalah kesuskesan kepemimpinan keluarga, karena nabi Sulaiman merupakan putra dari nabi Daud yang merupakan seoarang ayah, maka pada surat al-Anbiya ayat 105 menunjukkan hal tersebut diberikan kepada orang salih apabila mencapai potensi yang telah ditentukan. Ketiga, karakteristik kepemimpinan sebagai konsep dari hamba salih tercermin pada surat al-Naml ayat 19 yakni Ilmu, syukur, pendengar yang efektif, dan profesional