Analisa Ayat-ayat Amtsāl dalam Surah Al-Ra’d: Kajian Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab dan Tafsir Al-Azhar Karya Hamka

Skripsi ini dilatarbelakangi oleh banyaknya mufasir yang mengabaikan analisa terhadap ayat-ayat amtsāl yang sebenarnya tidak semua orang dapat memahaminya dan memerlukan pemikiran mendalam untuk memahami ayat tersebut. Hal ini terjadi pada mufasir yang menggunakan metode ijmālīy dalam tafsirnya. Lain halnya dengan mufasir yang menggunakan metode tahlīlīy, tentunya ayat-ayat amtsāl akan dipaparkan secara mendalam sehingga pesan yang disampaikan Alquran melalui lafadz amtsāl dapat dipahami untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih menembus hati sanubari, karena pesan di balik lafadz amtsāl tidak lain adalah untuk mengingatkan bahwa manusia harus mengarungi alur kehidupan yang sudah diatur oleh Allah swt. dan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran. Maka dari itu penulis berusaha memaparkan penafsiran dua mufasir Indonesia terhadap ayat-ayat amtsāl yang keduanya bercorak al-adab al-ijtimā’i dan menggunakan metode tahlīlīy, yaitu Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab dan Tafsir Al-Azhar karya Hamka, untuk mengetahui bagaimana respon mufasir terhadap ayat-ayat amtsāl. Dan penulis fokuskan penelitian ini pada surah al-Ra’d yang mana di dalam surah al-Ra’d terdapat banyak perumpamaan-perumpamaan hidup yang dapat dikaji. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik pengambilan data berupa library research serta metode penelitian yang digunakan adalah komparatif dan menggunakan teknik dokumentasi. Dari hasil analisis terhadap ayat-ayat amtsāl pada surah al-Ra’d yang dibantu menggunakan pendekatan gaya bahasa/ balāghah, ditemukan sebanyak 15 ayat yang bersifat amtsāl. Diantaranya, amtsāl musharrahah sebanyak 6 ayat, amtsāl kāminah sebanyak 4 ayat dan amtsāl mursalah sebanyak 5 ayat. Dari 15 ayat tersebut setelah dilakukan penelitian terhadap respon M.Quraish Shihab dan Hamka dalam tafsirnya, dapat disimpulkan bahwa pada pola penafsiran kedua mufasir terhadap ayat-ayat amtsāl memiliki kesamaan, keduanya cenderung memahami amtsāl sebagai sesuatu yang bersifat musharrahah, di mana ayat amtsāl merupakan ayat yang mengandung keserupaan dengan hal yang sedang dibahas, sedangkan amtsāl kāminah dan mursalah tidak mereka anggap sebagai ayat amtsāl. Namun di sisi lain terdapat perbedaan pula, yaitu adanya beberapa ayat yang dianggap amtsāl oleh Quraish Shihab, namun tidak menurut pandangan Hamka, begitu pun sebaliknya, tidak semua ayat yang dianggap sebagai amtsāl oleh Hamka, dianggap amtsāl pula oleh Quraish Shihab. Perbedaan lainnya ialah Quraish Shihab lebih mengutamakan makna hakiki sedangkan Hamka sangat memperhatikan makna majazi namun juga tidak mengabaikan makna hakiki