Penafsiran kata awliyā’ dalam tafsir al-Qur’anul majid an-nūr karya Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dan tafsir fi zhilalil Qur’an karya Sayyid Quthb

Kata awliyā’ pada dasarnya memiliki banyak makna, sehingga para mufassir sering berbeda pendapat dalam menafsirkan kata awliyā’, seperti halnya dengan Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy dengan karyanya, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nūr dan Sayyid Quthb dengan karyanya, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy dengan karyanya, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nūr dan Sayyid Quthb dengan karyanya, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, sebagai sebuah perbandingan merupakan mufassir abad modern. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dikhususkan pada kedua mufassir di atas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: Pertama, bagaimana metodologi penafsiran yang digunakan oleh kedua mufassir di atas dalam menafsirkan kata awliyā’. Kedua, bagaimana penafsiran kata awliyā’ dalam kedua tafsir di atas. Ketiga, bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran kata awliyā’ dalam kedua tafsir di atas. Penelitian ini dilakukan dengan cara pengkajian terhadap ayat-ayat yang di dalamnya menyebutkan kata awliyā’ dalam Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nūr dan Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode perbandingan (komparatif) atau yang dalam istilah tafsir lebih dikenal dengan metode muqarran. Adapun metode perbandingan itu sendiri adalah suatu metode yang membandingkan dua objek dengan menitik beratkan pada persamaan dan perbedaan disertai dengan argumen dan latar belakang, akibat serta rahasia-rahasia dalam perbedaan yang ada. Adapun karakteristik dari Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nūr, diantaranya, sumber penafsiran lebih dominan menggunakan bi al-matsur, metode penafsiran yang digunakan adalah metode ijmali, dan corak yang lebih dominan adalah fiqhi atau ahkam. Sedangkan karakteristik dari Tafsir Fi Zhilalil Qur’an diantaranya, sumber penafsiran yang lebih dominan adalah bi al-ra’yi, metode penafsiran yang digunakan adalah metode tahlili, dan corak yang lebih dominan adalah al-adab al-ijtima’i. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari ke 40 ayat yang di dalamnya menyebutkan kata awliyā’ yang ditafsirkan oleh Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy dan Sayyid Quthb, hanya pada ke 17 ayat saja yang ditafsirkan dengan makna yang sama, sedangkan sisanya ditafsirkan dengan makna yang berbeda-beda. Sehingga keduanya (Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy dan Sayyid Quthb) berbeda dalam menafsirkan kata awliyā’.Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy cenderung menafsirkan kata awliyā’ dengan makna penolong. Sedangkan Sayyid Quthb cenderung menafsirkan kata awliyā’ dengan makna pelindung. Persamaan dan perbedaan penafsiran makna dari kata awliyā’ yang ditafsirkan oleh Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dan Sayyid Quthb terletak pada ayat-ayat yang ditafsirkan dengan makna yang sama dan dengan makna yang berbeda