Pengendalian Risiko Pada Supplier Relationship Management dengan Pendekatan Relational View untuk Meningkatkan Daya Saing Produk Olahan Ikan Pelagis Besar (Tuna,Cakalang,Tongkol) di Jawa Timur

Sebagian wilayah di Provinsi Jawa Timur sangat potensial untuk pengembangan agroindustri hasil perikanan. Dengan iklim tropis yang hangat dan garis pantai yang panjang, Jawa Timur memiliki potensi pertumbuhan yang baik untuk komoditas ikan pelagis besar diantaranya ikan Tuna, Cakalang dan Tongkol yang bernilai ekonomis penting. Jawa Timur juga memiliki pendukung utama dalam sistem agribisnis hasil perikanan tangkap yaitu mulai subsistem hulu (sektor perikanan tangkap), produksi (pengolahan) sampai hilir (pemasaran) yaitu ketersediaan tenaga kerja, sarana pelabuhan perikanan dan perdagangan serta transportasi yang memadai. Namun, sektor perikanan tangkap sangat erat kaitannya dengan ketidakpastian karena sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Agroindustri ikan pelagis besar di Jawa Timur masih menghadapi beberapa hambatan terutama di sub sistem hulu terkait risiko. Masih belum stabilnya ketersediaan bahan baku ikan dari pemasok menjadi salah satu permasalahan yang diduga menyebabkan belum efisiennya rantai pasokan tersebut. Hal tersebut diduga bersumber pada masih belum terintegrasinya para pelaku dalam rantai pasokan khususnya pada supplier relationship management (SRM) atau sektor hulu dalam mengelola risiko. Oleh karena itu maka perlu dilakukan kajian tentang upaya pengendalian risiko pada SRM untuk mengatasi permasalahan ketersediaan ikan pelagis besar untuk meningkatkan daya saing produk. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan struktur rantai pasokan produk olahan ikan pelagis besar (tuna, cakalang, tongkol) di Jawa Timur dalam mendukung pengendalian risiko; (2) menganalisis pengendalian risiko pada SRM dalam rantai pasokan produk olahan ikan pelagis besar (tuna, cakalang, tongkol) di Jawa Timur; (3) merumuskan alternatif model konseptual pengendalian risiko dalam upaya meningkatkan daya saing produk olahan ikan pelagis besar (tuna, cakalang, tongkol) di Jawa Timur. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan purposive sampling di Jawa Timur. Metode pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap focal firm yaitu agroindustri ikan pelagis besar, nelayan sebagai pemasok pertama dan pedagang perantara sebagai pemasok kedua. Pelaku pada agroindustri skala besar dipilih secara purposive. Kemudian responden berikutnya dipilih secara snowball sampling yaitu nelayan yang terdiri dari 18 nelayan (juragan laut), 6 pemilik kapal (juragan darat), 4 manajer operasional (pengambak), 3 pedagang perantara dan 1 agroindustri. Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan (1) analisis deskriptif untuk menggambarkan struktur rantai pasokan dan menggambarkan model; (2) analisis ISM-HOR fase pertama (Intepretive Structural Modelling dan House of Risk) dan untuk mengidentifikasi risiko dan keterkaitan antar risiko; (3) analisis ANP-HOR fase kedua (Analytic xiii Network Process dan House of Risk) untuk merumuskan upaya strategis pengendalian risiko dalam rangka meningkatkan daya saing produk. Hasil penelitian adalah sebagai berikut Struktur rantai pasokan ikan pelagis besar di Jawa Timur adalah sebagai berikut: (a). Pola rantai pasokan ikan pelagis besar adalah Nelayan Pedagang Perantara Agroindustri Distributor Pengecer Konsumen akhir. (b) Aliran rantai pasokan terdiri dari aliran barang berupa ikan hasil tangkapan dan produk olahan ikan; aliran uang berupa sistem pembayaran secara langsung atau berjangka; dan aliran informasi dari antar pelaku yang berlangsung dua arah antar pelaku, (c) Aktivitas dalam rantai pasokan ikan pelagis besar terdiri dari fishing, trading, processing, distribution and enabling. (d) Terdapat hubungan bisnis antar pelaku dalam satu jejaring dengan kekuatan struktur yang khas dan berbeda-beda antar pelaku. Berdasarkan metode ISM diketahui terdapat 3 kejadian risiko (risk event) yang berada pada kuadran driver power dengan kekuatan mempengaruhi yang besar dan kekuatan dipengaruhi yang kecil terhadap risiko lainnya, yaitu ketidaktepatan prediksi cuaca buruk, ketidaktepatan prediksi musim migrasi ikan dan kekurangsesuaian kuantitas ikan tangkapan. Kejadian tersebut mengakibatkan nelayan tidak memperoleh hasil tangkapan atau kurang mencukupi kebutuhan sehingga berdampak berantai pada kejadian lain yaitu kekurangan hasil tangkapan, kekurangan bahan baku ikan untuk pengolahan maka secara umum dapat menggangi sistem rantai pasokan. Hasil analisis ISM, ANP dan HOR diketahui penyebab risiko dengan urutan mulai tertinggi ke rendah yaitu menggunakan insting untuk memprediksi cuaca, menggunakan insting untuk memprediksi musim ikan, ketidaksesuaian sarana pendingin pasca tangkap, mengandalkan insting untuk menentukan daerah penangkapan dan ketidakseimbangan/ unfairness sistem perdagangan. Sebagian besar nelayan skala kecil menengah menggunakan cara tradisional mengikuti kebiasaan pendahulunya untuk memulai kegiatan penangkapan yaitu menggunakan insting untuk merencanakan kegiatan. Hal ini mengakibatkan peluang terjadinya kegagalan tangkap semakin besar. Tindakan pencegahan direkomendasikan yaitu berbagi pengetahuan subtansial tentang teknologi terkait kegiatan penangkapan; investasi pada alat untuk mendukung kegiatan penangkapan seperti alat untuk memprediksi cuaca, alat untuk mendeteksi musim migrasi ikan, alat untuk mencari keberadaan ikan (fishing ground) dan alat pendingin di kapal. Selanjutnya tindakan direkomendasikan adalah berbagi pengetahuan subtansial tentang inovasi tentang kegiatan penangkapan; membuat kesepakatan yang lebih adil dengan mitra dan menjalin interaksi intensif dengan mitra. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi penyebab nelayan yang masih banyak menggunakan insting untuk memprakirakan cuaca buruk, musim migrasi ikan dan daerah penangkapan, serta mendukung nelayan dalam mempertahankan mutu ikan tetap baik dengan alat pembeku ikan di kapal. Alternatif model konseptual pengendalian risiko dirumuskan sebagai preventive-collaborative action for risk mitigation on the supplier relationship management. Pada model ini para pelaku (multistakeholder) terkait dalam rantai pasokan berkolaborasi dalam upaya pengendalian risiko, hal ini merupakan pengembangan dari resource base view dan relational view dengan menekankan pada kolaborasi dalam kesepakatan bersama. Ketika risiko dapat direduksi maka dapat mendukung produk yang akan bersaing di pasar antara lain dalam hal fleksibilitas ketersediaan produk, responsif menjaga kualitas produk, biaya yang efisien berdampak pada harga yang rendah sehingga meningkatkan daya beli konsumen dan kepuasan konsumen. xiv Rekomendasi yang diberikan sebagai berikut (1) Bagi para pelaku dalam SRM disarankan untuk melakukan tindakan pencegahan untuk pengendalian risiko dengan mengutamakan relasional. Pihak agroindustri yang memiliki cukup modal dapat berinvestasi sesuai kebutuhan mitra yaitu alat bagi nelayan untuk memprediksi cuaca, musim migrasi ikan dan daerah penangkapan ikan, serta alat pendingin ikan di kapal; (2) Bagi Pemerintah Daerah disarankan mencermati kembali kebijakan tentang perdagangan di Tempat Pelelangan Ikan agar dapat mendukung keadilan dalam proses perdagangan ikan; (3) Untuk pengembangan ilmu pengetahuan perlu penelitian lebih lanjut sebagai berikut: (a) mengkaji penerapan konsep yang mengintegrasikan konsep SRM dan SCRM untuk meningkatkan daya saing suatu produk, (b) mengkaji manajemen risiko dalam rantai pasokan secara utuh pada agribisnis ikan pelagis besar agar berkelanjutan, (c) mengintegrasikan ISM dengan metode kuantitatif lainnya agar dapat mengatasi kesulitan jika matriks berukuran besar