Alternatif Penjatuhan Sanksi Pidana Bagi Penjual Kosmetik Ilegal Online (Studi Putusan Nomor 1555/Pid.Sus/2019/Pn.Sby)

Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan pada Putusan Nomor 1555/Pid.Sus/2019/PN.Sby terkait rendahnya penjatuhan hukuman pidana yang diberikan kepada terpidana bila dibandingkan dengan pasal yang dijatuhkan yaitu Pasal 197 Jo Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Kasus pada putusan tersebut bukan hanya perbuatan yang dilakukan pada Pasal 197 Jo Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan saja namun terdapat juga perbuatan yang melanggar Undang-Undang Nomor8Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta tindakan penjualan merkuri dan promosi dari produk ilegal terpidana yang tidak menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana kepada terpidana. Berdasarkan hal tersebut di atas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah: (1) Apa pertimbangan hakim yang meringankan pada putusan nomor 1555/Pid.Sus/2019/PN.Sby? (2) Apa alternatif penjatuhan sanksi pidana bagi penjual kosmetik ilegal online? Kemudian penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan metode penafsiran gramatikal. Dari hasil penelitian dengan metode tersebut, peneliti memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada pada Putusan Nomor 1555/Pid.Sus/2019/PN.Sby, yaitu pada kurang tepatnya pertimbangan hakim pada tindakan terpidana mengedarkan kosmetika yang mengandung bahan merkuri, yang pengaturan bahaya dari bahan merkuri itu sendiri telah diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 57 Tahun 2016 tentang Rencana Aksi Nasional Pengendalian Dampak Kesehatan Akibat Pajanan Merkuri Tahun 2016-2020. Selain itu juga kurang terlibatnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang juga mengatur tindakan terpidana, yang berasaskan asas keamanan dan keselamatan konsumen. Pertimbangan Hakim yang Meringankan juga dapat dianggap belum tepat mengingat kerugian yang diterima dari konsumen terpidana, mengingat asas keamanan dan keselamatan konsumen yang tercantum pada Undang-Undang Nomor8Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan penjatuhan hukuman pidana yang ringan kepada terdakwa, penulis berpendapat bahwa masih belum tepat, dikarenakan terdapat perbuatan terdakwa lainnya, yaitu mempromosikan kosmetika ilegalnya yang tercantum pada dakwaan serta kesaksian saksi-saksi dengan yang pengaturannya telah tercantum pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor8Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sehingga, rekonstruksi yang dapat penulis berikan berupa terlibatnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam penjatuhan kasus serupa serta diberikannya penjatuhan pidana yang sekiranya mendekati dengan yang tercantum pada Pasal 197 Undang-Undang Kesehatan, yaitu pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda sebesar Rp1Milyar