[Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi Mengenai Suap (Studi Putusan Nomor:1 PK/PID.SUS/2016)]

Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan mengenai pertanggungjawaban korporasi dalam perkara nomor: 1 pk/pid.sus/2016. Dalam hal ini sistem pemidanaan dalam ruang lingkup Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dinilai abai dalam memasukkan pertanggungjawaban terhadap korporasi yaitu PT. Bukit Jonggol Asri (PT.BJA) dengan hanya menjatuhkan pidana terhadap Presiden Direktur, Komisaris Utama, serta beberapa pejabat tinggi PT. Bukit Jonggol Asri. Padahal dalam fakta hukum serta fakta dalam pengadilan telah membuktikan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana korupsi dengan atas nama korporasi berupa suap kepada Bupati Bogor untuk membantu perizinan aktivitas tukar menukar kawasan hutan di wilayah Bogor. Hal tersebut sudah melanggar peraturan hukum positif yang ada di Indonesia yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah mengatur korporasi sebagai sesuatu tindakan pidana. Serta menyalahi asas utama pertanggungjawaban pidana pada korporasi yaitu Doktrin Strict Liability dan Doktrin Vicarious Liability yang menjadikan orang-orang yang menjabat jabatan penting dalam korporasi atau orang-orang yang mengendalikan korporasi menjadi directing mind dari korporasi tersebut. Hal ini jelas menimbulkan efek yang besar terhadap visi penegak hukum dan pemerintah dalam memberantas korupsi di Indonesia. Dengan hanya dipidananya pengurus korporasi tidak akan memberikan efek jera terhadap korporasi tersebut sehingga korporasi tersebut tetap akan berpotensi mengulangi melakukan tindak pidana lagi yang terbukti pada kasus Bank Century Tbk. dalam lingkup tindak pidana bidang perbankan yang dilakukan oleh Robert Tantular selaku direktur utama bersama dengan dua pemilik lainnya. Akan tetapi pengadilan memberikan sanksi pidana hanya kepada direktur utama dan pemilik saham Bank Century Tbk., hal tersebut menyebabkan Bank Century tetap beroperasi dan selanjutnya berganti nama menjadi Bank Mutiara, dalam beberapa tahun Bank Century yang berganti nama menjadi Bank Mutiara terbukti kembali melakukan tindak pidana bidang perbankan oleh Michael Chung yang menjabat sebagai kepala bagian operasional PT. Bank Mutiara Tbk. Agar kasus serupa tidak terjadi lagi di Indonesia maka perlu adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum untuk memberikan pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi yang telah terbukti secara sah melakukan perbuatan pidana. Dalam hal ini, penulis memilih untuk menganalisis dan mengangkat rumusan masalah yaitu: (1) Apakah perkara Nomor:1 PK/Pid.Sus/2016 dapat diklasifikasikan dalam Tindak Pidana Korupsi oleh korporasi? (2) Apakah penjatuhan pidana pada perkara Nomor: 1 PK/Pid.Sus/2016 telah sesuai dengan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana korupsi? Kemudian penulisan karya tulis menggunakan metode yuridis normatif dengan metode Pendekatan perundang-undangan (statute approach), Pendekatan konseptual (conceptual approach), dan Pendekatan Perbandingan (comparative approach), Bahan hukum Primer, Sekunder, dan Tersier yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan metode penafsiran gramatikal, penafsiran sistematis dan penafsiran komparatif. Dari hasil penelitian dengan metode diatas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa dalam hal ini PT. Bukit Jonggol Asri (PT. BJA) terbukti melakukan tindak pidana suap terhadap Bupati Bogor mengenai tukar menukar kawasan hutan melalui Komisaris Utama dan beberapa pengurus lainnya PT. Bukit Jonggol Asri. Sedangkan penjatuhan pidana dalam perkara Nomor: 1 PK/Pid.Sus/2016 yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak sesuai dalam prinsip pertanggungjawaban korporasi yang tertuang dalam Pasal 4 Ayat (2) Peraturan MA RI 13/2016, serta pendapat Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH. Dalam bukunya yang berjudul pertanggungjawaban pidana korporasi