Dampak Pembangunan PLTP Baturraden Terhadap Kualitas Air dan Sungai dan Persepsi Masyarakat Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas

RATRI DAMARYANTI MEGASARI, Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Pascsarjana, Universitas Jenderal Soedirman, Dampak Pembangunan PLTP Baturraden terhadap Kualitas Air Sungai dan Persepsi Masyarakat Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas, Komisi Pembimbing, Pembimbing I : Dr. Muslihudin, M.Si., Pembimbing II : Dr. Soetji Lestari, M.Si. Manusia berperan penting dalam pengelolaan lingkungan hidup. Manusia mempunyai peran yang sangat signifikan dalam lingkungan sekitarnya. Jumlah manusia yang semakin bertambah akan sangat berpengaruh terhadap lingkungan dan sekitarnya. Pertambahan jumlah manusia secara otomatis akan berpengaruh terhadap luas lahan yang ditempati dan dibutuhkan. Pertambahan jumlah manusia akan memperbesar penggunaan sumber daya alam dan seringkali menurunkan nilai lingkungan hidup. Kebutuhan manusia yang tidak dapat dihindari adalah kebutuhan manusia terhadap energi, salah satunya adalah energi listrik. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan listrik juga semakin meningkat. Listrik merupakan salah satu energi penting yang kegunaannya meliputi hampir di semua aspek kehidupan masyarakat, dari skala rumah tangga sampai industri semua membutuhkan listrik sebagai sumber daya yang penting. Pembangkit listrik tenaga panas bumi merupakan pilihan yang dianggap cukup menjanjikan karena banyaknya gunung berapi di Indonesia sehingga sumber panas bumi juga tersedia melimpah. Pembangkit listrik tenaga panas bumi juga tidak membutuhkan bahan bakar fosil sehingga lebih ramah lingkungan. Berdasarkan data Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, potensi energi panas bumi sebesar 27.000 MW yang tersebar di 253 lokasi atau mencapai 40% dari cadangan panas bumi dunia. Indonesia merupakan negara dengan sumber energi panas bumi terbesar di dunia, tetapi hanya sekitar kurang dari 4% yang baru dimanfaatkan. Gunung Slamet adalah satu tempat yang memiliki potensi tersebut sehingga pembangunan PLTP Baturraden dilakukan sejak tahun 2011. Selama proses pembangunan PLTP Baturraden terdapat dampak yang dirasakan oleh warga di bawah wilayah operasi PLTP Baturraden. Dampak yang terjadi adalah adanya kekeruhan air yang sangat tinggi pada air sungai sehingga berdampak kepada masyarakat. Tujuan penelitian adalah: pertama, untuk mengetahui dampak dari pembangunan PLTP Baturraden terhadap kualitas air pada saat terjadi kekeruhan yang mengalir melalui Sungai Prukut di Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. Kedua, untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat yang terkena dampak kekeruhan air di wilayah Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas terhadap pembangunan PLTP Baturraden. Sasaran penelitian ditentukan secara purposive sampling, dengan kriteria masyarakat yang terkena dampak. Informan terdiri dari 16 orang yaitu Kepala Desa atau aparat desa sebanyak 8 orang dari setiap desa yang terkena dampak, dan 8 orang warga masyarakat yang terkena pencemaran air. Metode pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air yang diakibatkan oleh proses pembangunan PLTP menimbulkan kekeruhan yang sangat tinggi sehingga sampai jauh melampaui ambang batas toleransi. Ambang batas hanya 50mg/liter, sedangkan hasil uji laboratorium kekeruhan tertinggi yang ada adalah TSS: 2.346 mg/liter. Kekeruhan air yang terjadi telah berdampak secara nyata terhadap kematian ikan di kolam-kolam penduduk di 6 desa yaitu desa Karangtengah, Panembangan, Kalisari, Cikidang, Karanglo, dan Pernasidi. Waktu terjadinya kekeruhan air berjalan selama sekitar 1 tahun sehingga saluran air bersih (Pamsimas) tidak dapat digunakan sementara oleh masyarakat penggunanya. Persepsi masyarakat terhadap PLTP Baturraden bersifat variatif. Secara sederhana dapat dibedakan menjadi 3 kelompok persepsi. Pertama, persepsi positif/setuju. Persepsi positif terutama diberikan oleh para kepala atau aparat desa termasuk pemerintah daerah telah mengetahui dan dilibatkan sejak perencanaan pembangunan sehingga mengetahui penting dan manfaat pembangunan PTLP di lereng Gunung Slamet. Kedua, persepsi yang negatif/tidak setuju, adalah persepsi yang kebanyakan diberikan oleh penduduk yang terdampak negatif yaitu berupa pencemaran air yang dirasakan merugikan. Meskipun sudah diberikan kompensasi, namun dirasa oleh penduduk belum sesuai dengan kerugian dan pengorbanan yang mereka rasakan. Ketiga, persepsi ragu-ragu, yang banyak diwakili oleh penduduk yang sebenarnya tidak mengetahui secara detail tentang PLTP