Pemaafan (Forgiveness) Pada Individu Dewasa Awal yang Memiliki Riwayat Diasuh Dalam Keluarga yang Abusive

Pemaafan adalah kemampuan untuk menekan serta mengatasi emosi negatif yang dirasakan dan mengganti emosi-emosi negatif tersebut dengan keinginan kuat untuk mencari kebermaknaan hidup serta untuk mendapatkan kedamaian dan ketentraman dalam diri seseorang. Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi ini berfokus pada pengalaman serta proses pemaafan seorang individu dewasa awal yang pernah menjadi korban kekerasan di dalam keluarga, khususnya kekerasan yang dilakukan oleh orang tua kepada anak. Penelitian ini melibatkan tiga orang responden yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Hasil temuan menunjukkan bahwa proses memaafkan pada tiap individu berbeda antara satu dengan yang lainnya karena didorong oleh faktor emosi, kognitif, dan relasi interpersonal masing-masing individu. Dari sisi emosi, ketiga responden merasakan emosi yang cenderung sama ketika mengalami peristiwa kekerasan. Namun demikian, keputusan untuk memaafkan yang dilakukan oleh responden penelitian ini juga terpengaruhi oleh emosi-emosi yang mereka rasakan kepada pelaku kekerasan. Selain itu, ketiga responden melalui proses berpikir yang kompleks dalam proses memaafkan. Di sisi lain, terdapat perubahan yang signifikan dalam relasi interpersonal antara responden dan para pelaku sebelum dan setelah melalui proses pemaafan.Forgiveness is the ability to suppress and overcome negative emotions that are felt and replace these negative emotions with a strong desire to find meaning in life and to find peace and tranquility within oneself. This qualitative research with a phenomenological approach focuses on the experiences and processes of forgiveness of an early adult individual who has been a victim of violence in the family, especially violence committed by parents to children. This research involved three respondents who came from several regions in Indonesia. The findings show that the process of forgiveness in each individual differs from one another because it is driven by emotional, cognitive, and interpersonal factors of each individual. From the emotional side, the three respondents felt emotions that tended to be the same when experiencing violent events. However, the decision to forgive made by the respondents of this study was also influenced by the emotions they felt towards the perpetrators of violence. In addition, the three respondents went through a complex thought process in the process of forgiving. On the other hand, there were significant changes in the interpersonal relations between the respondents and the perpetrators before and after going through the forgiveness process