Hak asuh anak yang belum Mumayyiz jatuh pada ayah : Analisis putusan hakim Pengadilan Agama Bandung perkara nomor : 4394/Pdt.G/2019/PA.Badg

Perkara hak asuh anak ( hadanah ) dalam amarnya Majelis Hakim menolak gugatan Penggugat mengenai anak yang belum mumayyiz berada dalam pengasuhan penggugat selaku ibunya, dengan dasar gugatan bahwa penggugat sebagai ibu tidak dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya. Pengadilan Agama Bandung memutuskan dan menetapkan anak tersebut berada dalam pengasuhan/ hadanah kepada tergugat selaku ayahnya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim, landasan hukum hakim dan metode penemuan hukum hakim yang menetapkan Hak Asuh Anak Yang Belum Mumayyiz kepada ayah. Kerangka berfikir pada penelitian ini memfokuskan pada pembahasan Hak Asuh Anak ( hadanah ) dalam Putusan Pengadilan Agama, pada Putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap ( in kracht ) merupakan wujud dari penerapan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis dalm peristiwa hukum serta penemuan hukum oleh hakim yang berkaitan dengan hak asuh anak ( hadanah ). Metode penelitian yang digunakan adalah metode content analisis ( analisis isi ) memiliki focus pada pemahaman secara mendalam dalam aspek normative dan teoritis, yang berkenaan dengan pokok permasalahan yang dibahas dalam putusan perkara nomor : 4394/Pdt.G/2019/PA.Badg tentang Hak Asuh Anak. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : 1 ) Majelis hakim mempertimbangkan ketentuan pasal 14 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 49 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Konvensi Hak-hak Anak yaiut ; a. non diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan dan d. penghargaan terhadap anak. Majelis Hakim juga mempertimbangkan fakta yang ditemukan di persidangan bahwa tidak ada penghalang dari penggugat selaku ayah untuk memegang hak asuh anak karena selama ini telah terbukti bahwa tergugat dapat memelihara dam menjaga anak tersebut dengan baik dan juga penggugat tidak bisa membuktikan apa-apa yang didalilkan dalam gugatannya di persidangan. Sehingga Majelis Hakim menolak gugatan penggugat dan menetapkan hak asuh anak dijatuhkan kepada tergugat sebagai ayah dari anak tersebut. 2 ) Landasan hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim dalam memutus pokok perkara tersebut adalah : pasal 49 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo Pasal 156 jo huruf c Kompilasi Hukum Islam , pasal 2 dan pasal 14 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak, prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-hak Anak. 3 ) Metode Penemuan hukum yang dipakai oleh Majelis Hakim dalam memutus perkara ini yaitu dengan menggunakan metode interpretasi sistematis atau logis. Maka dalam hal penafsiran ini hakim mengaitkan beberapa perundang-undangan maupun sumber hukum lainnya dengan sistem hukum yang sesuai dan berkaitan terhadap kasus tersebut. Majelis hakim menerapkan ketentuan berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 yang telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak