Pelaksanaan penyelesaian sengketa tanah melalui jalur mediasi di Kantor Pertanahan Kota Bandung pada masa pandemi Corona Virus Disease-2019 (COVID-19) dihubungkan dengan Pasal 43 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesasian Kasus Pertanahan

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya angka sengketa tanah di masyarakat, yang tidak dapat diselesaikan dengan proses mediasi. Oleh karena itu Kantor Pertanahan Kota Bandung sebagai instansi yang berwenang dalam bidang pertanahan mempunyai peran penting dalam penyelesaian sengketa tanah khususnya melalui mediasi. Apakah ada tahapan yang harus dilalui oleh masyarakat, terkhusus lagi pada masa pandemi Covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa tanah melalui jalur mediasi di Kantor Pertanahan Kota Bandung pada masa Covid-19, untuk mengetahui kendala dalam penyelesaian sengketa tanah melalui jalur mediasi di Kantor Pertanahan Kota Bandung pada masa Covid-19, dan bagaimana upaya yang bisa dilakukan dalam menyikapi kendala penyelesaian sengketa tanah melalui jalur mediasi di Kantor Pertanahan Kota Bandung pada masa Covid-19. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif analitis, spesifikasi penelitian ini menggambarkan peraturan Perundang-Undangan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian hukum yang data awal mengacu pada wawancara kemudian dengan data lapangan meneliti pelaksanaan peraturan dan penelitian yang berhubungan dengan berbagai gejala sebagai alat pengumpulan atau variabel datanya terdiri dari studi dokumen, pengamatan. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pertanahan Kota Bandung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan penyelesaian sengketa tanah melalui jalur mediasi di Kantor Pertanahan Kota Bandung pada masa pandemi Covid-19 dianggap kurang maksimal. Hal tersebut terbukti dari naiknya jumlah kasus yang belum selesai atau dilanjut ke ranah pengadilan. Hal itu terjadi antara lain dikarenakan sulitnya survey ke lokasi sengketa dikarenakan work from home, sulitnya mensinkronisasi antara data yang ada di Kantor Pertanahan dengan yang ada di Kelurahan, keterbatasan pertemuan mediasi yang hanya tiga kali di dalam standar operasional prosedur, bukti-bukti yang dibutuhkan tidak lengkap, tidaktercapainya kesepakatan antara pemohon dan termohon. Adapun upaya yang dilakukan diantaranya adalah memastikan surat panggilan untuk pemohon dan termohon untuk mengikuti pertemuan mediasi, memastikan alamat tempat tinggal pemohon dan termohon sudah sesuai, sebelum melakukan mediasi harus memeriksa berkas-berkas yang diperlukan agar tidak terjadi kekurangan berkas pada saat mediasi berlangsung, harus lebih tegas kepada para pemohon dan termohon bahwa mediasi adalah suatu proses untuk menuju kedamaian bukan hanya salah satu proses yang dilalui agar sengketa bisa melangkah ke pengadilan