Hoax menurut Quraish Shihab dan Hamka : Studi intertekstualitas pada tafsir Al-Mishbah dan tafsir Al-Azhar

Hoax masih menjadi masalah yang serius belakangan ini.Hoax juga pernah menjadi masalah di tengah-tengah masyarakat Islam awal sebagaimana hoax yang terjadi pada kisah hadis al-ifki, yaitu perihal Aisyah ra. Untuk memahami ayat-ayat tentang hoax tersebut tentunya dibutuhkan penafsiran. Dalam penelitian ini dipilih Tafsir Al-Azhar karya Hamka sebagai perbandingan dengan Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab tentunya sebab terdapat perbedaan sejarah hidup, latar belakang pendidikan, hingga kondisi sosio-budaya yang cukup signifikan di antara kedua mufasir ini, sehingga tentunya perbedaan-perbedaan tersebut tentu akan mempengaruhi cara pandang mereka dalam menafsirkan ayat-ayat mengenai hoax dalam Al-Qur’an. Tulisan ini berusaha mengkaji penafsiran Quraish Shihab dan Hamka mengenai hoax dalam perspektif intertekstualitas. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan library research karena merupakan penelitian yang mengumpulkan data dan informasi lainnya melalui berbagai literatur kepustakaan. Dalam teknik analisa datanya, penelitian ini menggunakan Deskritif-Komparatif dengan pendekatan intertekstualitas. Pendekatan ini digunakan dalam rangka memahami makna suatu produk teks dengan memperhatikan keterkaitan teks dengan teks-teks yang mendahuluinya (intertekstual). Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, terdapat beberapa persamaan yaitu baik Quraish Shihab maupun Hamka pada dasarnya sepakat mengatakan bahwa Hoax berarti berbohong, atau bedanya ucapan dengan pengetahuan si pengucap, baik yang dicuapkannya sesuai kenyataan maupun tidak. Terdapat pula beberapa perbedaan, secara intertekstualitas Quraish Shihab dari lima ayat mengenai hoax, banyak mengambil keterangan dari para ulama terdahulunya seperti ar-Raghib dalam Mufradāt Fī Garībil Qur’ān, at-Thabaththaba’i dalam Al-Mizān, As-Suyuthi dalam Lubab An-Nuqul, Shahih Bukhari dan Muslim, dan Al-Ṭabari dalam Tafsir Ṭabari. Dengan demikian dari keempat ayat tersebut, setidaknya—sejauh keterjangakauan penulis—Quraish Shihab menggunakan lima sumber rujukan sebagai pelengkap dari keterangannya. Dengan model interteks Hapologi, Ekspansi, Paralel, dan Modifikasi. Sedangkan Hamka, secara intertekstualitas, didominasi keterangan dari Sayyid Quthb dalam Fī Ẓilal Qur’ān, kemudian dari Hasbi Ash-Shidiqy dalam Tafsir An-Nūr dan Al-Ṭabari dalam Tafsir Ṭabari. Dengan demikian dari keempat ayat tersebut, setidaknya—sejauh keterjangakauan penulis—Hamka menggunakan tiga rujukan sebagai pelengkap dari keterangannya, dengan model interteks Modifikasi, dan Ekspansi. Kemudian dalam penafsiran Quraish Shihab terhadap ayat-ayat mengenai hoax tersebut nampaknya tidak terdapat intertekstualitas secara langsung terhadap Tafsir Al-Azhar karya Hamka selaku teks pendahulunya. Namun demikian terdapat satu hipogram yang sama, yaitu ketika menjelaskan term Khuda’ pada QS. al-Baqarah ayat 9. Keduanya menggunakan hipogram yang sama, yaitu Tafsir Ṭabari