Pelaksanaan zakat perdagangan melalui Tunjangan Hari Raya (THR) perspektif hukum ekonomi syariah dan UU No 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat: Studi kasus diToko Toko Liga Jaya Pasar Tanjungsari, Jl. Marga Laksana, No.16 , Kec. Tanjungsari, Kabupaten Sumedang

Penelitian ini dilatar belakangi oleh temuan kasus penulis pada zakat perdagangan yang sudah mencapai nishab dan haul tepat pada bulan ramadhan selanjutnya zakat tersebut dikeluarkan dengan cara memberikan THR, sementara didalam muamalah selalu terdapat aturan seperti mekanisme pengeluaran zakat diatur sesuai dengan syariat islam dan UU No 23 Tahun 2011 Tentang pengelolaan Zakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mekanisme Pelaksanaan Zakat Perdagangan Melalui THR serta mengetahui bagaimana pandangan Hukum Ekonomi Syariah dan UU No 23 Tahun 2011 terhadap Pelaksanaan Zakat Perdagangan Melalui Tunjangan Hari Raya (THR) ditoko Toko Liga Jaya Pasar Tanjungsari, JL Marga Laksana, No.16, Sukarapih, Kec. Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Penelitian ini didasarkan pada pemikiran zakat adalah ibadah maliyyah ijtima'iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis dan menentukan, dilihat dari ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Syariat islam jelas mengatur pelaksanaan zakat harus dipastikan sesuai dengan ketentuannya. Sedangkan UU No 23 Tahun 2011 menyebutkan orang orang yang terlibat yaitu muzaki, mustahik dan lembaga yang berwenang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan studi kepustakaan. Penelitian ini menyimpulkan mekanisme pelaksanaan zakat dari nilai uang yang harus di zakatkan dibagikan 7 hari sebelum idulfitri dibelikan peralatan rumah tangga, makanan, uang, dan toko sudah membagi dalam beberapa klasifikasi orang. Pandangan Hukum Ekonomi Syariah jika dilihat dari syarat-syarat dan kadar zakat sudah sesuai dengan jenis harta yang wajib di zakatkan dan KHES. Tetapi disisi lain kurang sesuai ibadah zakat bersifat qada’i, karena pertimbangan pemilik toko agar langsung bisa mengetahui orang yang mendapatkan zakat dan ketidak percayaan terhadap diLAZ masjid terdekat. Pandangan UU No 23 Tahun 2011 terdapat beberapa hal yang kurang sesuai yaitu zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat islam, Sedangkan ditoko sudah menklasifikasikan agar bisa kembali berbelanja dan berlangganan. Dalam penyaluran kurang sesuai karena langsung menyalurkan kepada orang-orang tanpa melibatkan lembaga pengelolaan zakat padahal sesuai dengan UU telah menegaskan bahwa untuk melaksanakan pengelolaan zakat pemerintah membentuk BAZNAS yang dibantu LAZ berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional