Feminisme dalam tasawuf : Sebuah analisa Sufistik pemikiran Ibnu Arabi

Ibnu Arabi dikenal sebagai tokoh sufi dengan kecemerlangan wawasan dan intelektual yang berbeda dan sulit dicari tandingannya. Diantara pemikirannya, Ibnu Arabi menghadirkan visi baru tentang perempuan dalam sejarah kebudayaan Islam yang merupakan gagasan yang kontemporer sebagai landasan bagi penilaian kembali gagasan dan konsep perempuan dalam Islam. Serta mendorong pula perubahan budaya tentang ide-ide gender yang telah mensubordinasikan perempuan menuju arah yang benar. Dari latar belakang tersebut, maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Feminisme dalam Tasawuf dengan Analisa Sufistik Pemikiran Ibnu Arabi. Adapun metode penelitian yang digunakan peneliti adalah kualitatif deskriptif, dimana suatu penelitian lebih terfokuskan kepada penjelasan dan penjabaran dalam memecahkan permasalahan yang diselaraskan dengan situasi dan kondisi saat ini. Kemudian jenis penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data yakni studi kepustakaan (library research), studi kepustakaan juga dapat diartikan sebagai bentuk telaah kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Teknik penyajian data penelitian ini adalah analisis konten dengan menggunakan pendekatan normatif untuk mengungkap corak pemikiran Ibnu Arabi secara eksplisit tentang perempuan dan pendekatan historis untuk menemukan kemungkinan dekontrukstif dalam bangunan masyarakat tentang kajian perempuan di dasarkan pada akar teologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan adalah sarana kedekatan dengan Tuhan, karena dimensi feminis Tuhan tercermin pada jiwa perempuan, bahkan perempuan-perempuan sufi dijadikan inspirasi spiritual para agamawan dan sarjana, meskipun warisan-warisan perempuan sufi tersebut hanya tercatat sebagai hagiografi (biografi orang-orang suci) dibandingkan tokoh tasawuf itu sendiri. Dalam pendekatan sufistik Ibnu Arabi, perempuan dipastikan sekaligus menempati tiga tingkatan jika dibandingkan dengan laki-laki, yaitu lebih rendah, setara, bahkan lebih unggul. Perempuan lebih rendah pada tingkatan pengutusan dan eksistensi wujud, setara dalam aspek kemanusiaan dan beban taklif agama, lebih unggul sebagai kekuatan penyeimbang (balancing power), penyaksian Tuhan, potensi keilmuan serta keimaman dalam tingkatan kenabian (nubuwwah). Kata kunci: Ibnu Arabi, tasawuf, feminism