Dinamika hukum Islam dan hukum adat dalam undang-undang Baraja Niti Kesultanan Kutai Kartanegara (1635 – 1960 M)

Penelitian disertasi ini dilatarbelakangi adanya keunikan corak keberagamaan masyarakat Kutai yang menunjukkan persinggungan antara hukum adat dan hukum Islam dalam kehidupan kesehariannya. Pada hasil penelitian awal, masyarakat Kutai yang berada di bawah wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara sejak abak ke-16 menjalankan Undang-Undang Baraja Niti sebagai rujukan perilaku kewarganegaraan dan kebangsaannya. Disertasi ini dimaksudkan untuk menjelaskan dan menganalisis dinamika hukum Islam dengan hukum adat yang terdapat dalam pasal demi pasal undang-undang tersebut. Jenis penelitian disertasi ini adalah penelitian kualitatif hukum normatif yang didukung dengan penelitian filologi. Untuk membaca isi pasal-pasal di dalam undang-undang tersebut menggunakan content analysis (analisis isi). Analisis isi dipergunakan untuk menganalisis konteks pasal-pasal tersebut dirumuskan. Pendekatan sejarah dan anthropologi juga dipergunakan untuk memperkaya hasil pembacaannya. Dalam menganalisis isi undang-undang tersebut digunakan tinjauan perspektif adat, perspektif hukum Islam yang tertuang dalam fiqh, dan selanjutnya ditampilkan bagaimana tinjauan hukum positif modern. Temuan penelitian disertasi ini adalah bahwa perubahan kedua hukum tersebut sangat dinamis mulai awal persentuhannya hingga perumusannya dalam pasal-pasal dalam undang-undang Baraja Niti. Baik hukum Islam maupun hukum adat melakukan penyesuaian satu dengan yang lainnya, tanpa meniadakan satu dengan lainnya. Corak akomodasi kedua hukum tersebut bersifat substantif-fungsional. Selain itu, secara substansi pasal demi pasal, memiliki kemiripan dengan isi undang-undang kesultanan lain yang lebih dulu, seperti Undang-Undang Malaka, Undang-Undang Adat Jambi, Undang-Undang Sultan Adam Kesultanan Banjar, Undang-Undang Simbur Tjahaya Palembang dan lain sebagainya. Dinamika lebih intensif ketika keduanya bertransformasi menjadi hukum resmi pada kesultanan Kutai Kartanegara. Proses transformasi menjadi undang-undang kesultanan telah mempertemukan titik-titik kesamaan antara hukum Islam dengan hukum adat hingga akhirnya menghasilkan sebuah rumusan hukum yang saling melengkapi antara keduanya, meski kadang bersifat eklektik. Para sarjana sebelumnya memandang hubungan antara keduanya saling mengunggulkan antara salah satunya yang selanjutnya melahirkan teori-teori secara pararel yang dimulai dari receptio in complexu, teori receptie, dan receptio a contrario. Penelitian ini melihat secara obyektif bagaimana rumusan pasal dalam undang-undang Baraja Niti yang menempatkan kedua hukum berdampingan dan saling mengisi antara hukum satu dengan yang lainnya