Disparitas putusan nomor 0483/Pdt.G/2013/PA.Pkl dengan nomor 182/Pdt.G/2014/PTA.Smg tentang perkara pengesahan asal usul anak

Di Indonesia seorang dapat anak dikatakan sebagai anak sah apabila anak tersebut lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah (Pasal 42 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Perkawinan yang sah adalah pelaksanaan yang sesuai dengan hukum agama dan juga sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. akan tetapi, tidak sedikit dari masyarakat muslim di Indonesia yang masih melakukan perkawinan dengan tidak mengikuti aturan yang berlaku. Hal ini terbukti dengan adanya fenomena perkawinan dibawah tangan (sirri), yang pada akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan seperti status hukum bagi anak yang dilahirkan. Hal ini terbukti dalam sebuah disparitas antara putusan Pengadilan Agama Pekalongan dan Pengadilan Tinggi Agama Semarang. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pertimbangan hukum, penemuan hukum dan mengetahui disparitas dalam Putusan Nomor: 0483/Pdt.G/2013/PA.PKL dengan Nomor: 182/Pdt.G/2014/PTA.Smg tentang Asal-usul Anak. Penelitian ini bertolak dari pemikiran bahwa salah satu produk Pengadilan Agama adalah putusan yang di dalamnya memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan Undang-Undangan yang berlaku, dan putusan Pengadilan Agama merupaka bentuk dari penerapan hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah content analysis (analisis isi) dengan jenis penelitian kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer berupa studi dokumentasi, dan data sekunder berupa studi pustaka dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa dilihat dari sisi yuridis, Pertama putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Pekalongan melakukan pertimbangan hukum menggunakan ketentuan perundang-undangan yaitu mengedepankan Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun1974, 53 (Ayat 1,2 dan 3) Kompilasi Hukum Islam. Mengabulkan gugatan Penggugat, dengan memutuskan anak yang dimohonkan Penggugat sebagai anak sah dari Penggugat dan Tergugat, sedangkan Pengadilan Tinggi Agama semarang bertolak belakang dengan putusan Pengadilan Agama Pekalogan dan membatalkan putusan Pengadilan Agama Pekalongan dengan pertimbangan hukum menggunakan sumber hukum tidak tertulis yaitu dengan menggunakan penemuan hukum dengan merujuk kepada salah satu dalil fiqhiyyah yang dikemukakan dalam Kitab I’anatut thalibin IV halaman 275. Kedua, penemuan hukum pada Pengadlian Agama yaitu mencocokkan fakta kasus dengan ketentuan perundang-undangan, sedangkan pada pengadilan Pengadilan Tinggi Agama Semarang menggunakan asas contra legem dengan tidak menerapkan sistem perundang-undangan yang berlaku. Ketiga disparitas dari kedua putusan tersebut adalah: Majelis Hakim Pengadilan Agama Pekalongan telah memutuskan mengabulkan gugatan asal usul anak sedangkan majlis hakim Pengadilan Tinggi Agama Semarang membatalkan putusan Pengadilan Agama Pekalongan