Alasan perceraian di luar ketentuan Peraturan Perundang-Undangan: Studi Putusan Nomor 2834/Pdt.G/2014/PA.Bks

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh semakin maraknya cerai gugat istri kepada suaminya. Perkara perceraian di Pengadilan Agama Bekasi terdapat 903 perkara selama tahun 2014 dengan berbagai alasan. Salah satu perkara yang diputus dan diselesaikan oleh majelis hakim adalah Putusan Nomor 2834/PDT.G/2014/PA.Bks yang penyebabnya adalah suami merokok. Ketentuan peraturan perundang-undangan dan KHI tidak memuat alasan perceraian karena merokok, sehingga majelis hakim memutuskan perkara tersebut bukan karena alasan merokok, melainkan karena antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi. Penelitian yang dilakukan penulis bertujuan (1) untuk menjelaskan duduk perkara dalam putusan, (2) untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara cerai gugat karena suami merokok, (3) untuk mengetahui penerapan kaidah hukum oleh hakim dalam memutuskan perkara Nomor 2834/PDT.G/2014/PA.Bks. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif normatif, yaitu mendeskripsikan data yang ada dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya yang kemudian dianalisis yang didasarkan pada sumber dokumen atau bahan bacaan. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi observasi berupa pengamatan langsung ke Pengadilan Agama Bekasi, studi wawancara dengan hakim Pengadilan Agama Bekasi, studi dokumentasi yang berupa Putusan Nomor 2834/PDT.G/2014/PA.Bks, dan studi kepustakaan berupa buku-buku yang berkaitan dengan masalah penelitian. Hasil penelitian terhadap putusan Nomor 2834/PDT.G/2014/PA.Bks, maka penyebab perceraian karena suami merokok bukan merupakan alasan primer dalam perceraian, akan tetapi apabila berujung pada perselisihan dan pertengkaran terus menerus dapat dijadikan alasan dalam gugatan perceraian, sebab telah ditafsirkan oleh majelis hakim sebagai alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga yang terdapat dalam pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (f) KHI. Dasar pertimbangan majelis hakim dalam mengabulkan gugatan cerai dalam kaidah fiqih yaitu untuk menciptakan kemashlahatan umat. Apabila kondisi rumah tangga itu memang sudah rusak dan mengakibatkan perselisihan dan pertengkaran, maka lebih baik diceraikan daripada dipertahankan yang akan lebih banyak menimbulkan kemudharatan daripada kemashlahatan