Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas Tuna Grahita Sebagai Saksi Korban Dalam Proses Peradilan Pidana Di Indonesia Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas

Setiap orang yang lahir di dunia tidak sama, ada yang dilahirkan sempurna dan ada yang kurang sempurna yang sering disebut dengan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas seringkali menjadi objek kejahatan. Penyandang disabilitas tuna grahita yang biasa di sebut Retardasi mental memang mengalami perkembangan otak yang kurang sempurna oleh karena itu penyandang disabiitas tuna grahita ini dapat dengan mudah menjadi objek kejahatan. Meskipun demikian, baik penyandang disabilitas tuna grahita ataupun yang lainnya di dalam hukum memiliki hak yang sama yaitu mendapatkan perlindungan hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan Mengetahui bagaimana perlindungan hak penyandang disabilitas tuna grahita sebagai saksi korban dalam proses peradilan pidana di indonesia pada saatpenegakan hukum penyidikan kepolisian Polres, Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri Kuningan terhadap penyandang disabilitas. kendala-kendala apa saja perlindungan hak penyandang disabilitas tuna grahita sebagai saksi korban dalam proses peradilan pidana di indonesia, upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalamperlindungan hak penyandang disabilitas tuna grahita sebagai saksi korban dalam proses peradilan pidana di indonesia dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah Teori Negara Hukum, Teori Equality Before The Law dan Teori Keadilan Hukum dimana memfokuskan pada perlindungan hak penyandang disabilitas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengguanakan deskriptif analitis dengan pendekatan adalah yuridis empiris. Data-data yang relevan dalam penelitian ini lebih di fokuskan pada data primer yang diperoleh melalui lansung dari sumber pertama yang berupa hasil wawancara dengan responden dan studi kepustakaan yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif-analisis. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah Permasalahan terkait perlindungan hak penyandang disabilitas pada dasarnya sudah mempunyai aturan sendiri, yaitu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas Polres, Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri Kuningan melakukan proses peradilan pidana sama dengan proses peradilan pidana pada umumnya namun yang membedakannya adalah Proses perlindungan hak penyandang disabilitasnya dengan di dampingi oleh ahli. Terdapat dua kendala dalam melakukan perlindungannya yaitu internal dan eksternal. Sedangkan penanggulangannya dari tindakan preventif melakukan seminar serta penyuluhan. Tindakan represif melakukan perlindungan saksi korban penyandang disabilitas yang mendapatkan perlakuan tindak pidana kekerasan dalam melindungi hakny