Layanan Bimbingan Pribadi-Sosial Pengaruhnya Terhadap Siswa Broken Home: Penelitian di SMK Bakti Nusantara 666 Jl. Raya Percobaan No. 65 Cileunyi-Bandung

Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja terdapat kondisi emosional yang kurang stabil, maka hal itu menjadi faktor penyebab munculnya problem intern remaja. Sementara itu, bahwa bersosial sudah menjadi sifat dasar semasa manusia hidup. Selain itu, dengan keberagaman yang dimiliki manusia pada umumnya seperti kepribadian, latar belakang lingkungan, adat istiadat (budaya) dan sebagainya. Hal tersebut menjadi faktor penyebab timbulnya problem ekstern remaja. Broken home sebagai problem yang muncul di dalam keluarga. Broken home adalah keluarga yang berantakan disebabkan karena orang tua tidak peduli akan keadaan dalam rumah tangga dan anak-anaknya. Terdapat siswa broken home di SMK Bakti Nusantara 666 sehingga hal tersebut berdampak pada mental siswa dan motivasi belajar siswa. Sekalipun begitu, sebagian dari mereka (siswa broken home) ada yang mampu menyelesaikan masalahnya tanpa bantuan orang lain dan ada pula yang tidak. Apapun masalah yang dihadapi siswa khusunya siswa broken home di SMK Bakti Nusantara 666, dalam penangananya menggunakan layanan bimbingan pribadi-sosial. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif karena tujuan pokok penelitian ini adalah menggambarkan dan memberikan penjelasan tentang layanan bimbingan pribadi-sosial pengaruhnya terhadap siswa broken home di SMK Bakti Nusantara 666, proses pelaksanaan layanan bimbingan pribadi-sosial pengaruhnya terhadap siswa broken home di SMK Bakti Nusantara 666, serta hasil yang dicapai dari pelaksanaan layanan bimbingan pribadi-sosial pengaruhnya terhadap siswa broken home di SMK Bakti Nusantara 666. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan pribadi-sosial pengaruhnya terhadap siswa broken home di SMK Bakti Nusantara 666: (1) siswa atau konseli memahami dan menyadari situasi dan kondisi yang dihadapi; (2) siswa memiliki tujuan dan harapan dalam belajar; (3) siswa atau konseli mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan sekita