KONFLIK LAHAN TRANSMIGRASI DESA SUNGAI NAIK, KECAMATAN BTS ULU,KABUPATEN MUSI RAWAS

Kasus-kasus konflik di bidang agraria tidak pernah surut, bahkan mempunyai kecenderungan meningkat di dalam kompleksitas permasalahannya maupun kuantitasnya seiring dinamika di bidang ekonomi, sosial, dan politik. Demikian juga yang terjadi dengan lahan pada program transmigrasi. Konflik lahan transmigrasi merupakan salah satu konflik agraria yang bersifat structural, yaitu diakibatkan oleh kebijakan/ putusan pejabat publik (pusat dan daerah). Penyediaan lahan untuk lokasi transmigrasi saat ini menjadi masalah nasional. Salah satu konflik agraria yang kompleks dan tak kunjung terselesaikan adalah konflik lahan transmigrasi Desa Sungai Naik, Kecamatan BTS Ulu. Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah mengapa terjadi konflik lahan transmigrasi?. Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menemukan penyebab terjadinya konflik lahan transmigrasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah studi pustaka, dokumentasi, observasi, dan wawancara. Analisis data dilakukan melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa konflik lahan transmigrasi Desa Sungai Naik Kecamatan BTS Ulu Kabupaten Musi Rawas terjadi karena adanya tumpang tindih kebijakan, tumpang tindih penggunaan lahan, dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya penguasaan tanah. Latar belakang kebijakan dilihat dari dimensi hukum yang merupakan pemicu konflik yaitu kebijakan penyediaan lahan usaha I Sungai Naik melalui Keputusan Bupati Musi Rawas Nomor 438/KPTS/Nakertrans/2010 tanggal 26 Oktober 2010 yang tidak mempertimbangkan kebijakan sebelumnya yaitu Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah TK.I Sumatera Selatan Nomor : 519/Kpts/I/1983 tanggal 24 September 1983 mengenai penyediaan lahan usaha II Mulyoharjo (Gambar. 5.6) dan kebijakan penerbitan sertifikat lahan usaha II Mulyoharjo sedangkan lahan tersebut tidak pernah dibagikan secara resmi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Gambar 5.7). Akar pemicu konflik dilihat dari dimensi hukum yaitu kebijakan berupa Keputusan Bupati Musi Rawas Nomor : 472/KPTS/BPMP- PTP/2010 tanggal 10 Desember 2010 yang memberikan izin lokasi dan izin usaha perkebunan pada lokasi yang termasuk di dalamnya telah diperuntukkan sebagai lahan usaha I transmigrasi Sungai Naik (Gambar. 5.8). Dari dimensi sosial ekonomi telah terjadi peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penguasaan tanah. Isu yang memperburuk konflik dilihat dari dimensi hukum yaitu kebijakan pembentukan Desa Sungai Naik dan Desa Mulyoharjo yang belum ada batas desa secara jelas (Gambar. 5.11). Dilihat dari dimensi sosial ekonomi penyebab terjadinya konflik adalah adanya tumpang tindih dalam penggunaan lahan