Bahaya Disintegrasi Bangsa Akibat Otonomi Daerah Pada Masa Mataram Islam

During the reign of the Islamic Mataram Kingdom, the reign of the king was actually a hierarchical relationship between independent, highly autonomous and self-sufficient units of power, which were vertically connected by individual ties among several power holders (regents). Apart from the connecting bonds in the form of devotion and loyalty to the same person, namely the king, it seems that there is no horizontal administrative relationship that can ensure or protect the independence of the regents from one another. In reality, it is easy to take arbitrary actions against fellow royal officials when the oversight power of the central government becomes weak. Such a situation tempted the king's officials (regents) to act arbitrarily against each other, because the autonomy granted to officials (regents) was accompanied by the right to have their own armed forces.Pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, pemerintahan raja sebenarnya merupakan hubungan yang hierarkis antara satuan-satuan kekuasaan yang berdiri sendiri, sangat otonom dan dapat mencukupi kebutuhan sendiri, yang secara vertical dihubungkan oleh ikatan-ikatan perorangan diantara beberapa pemegang kekuasaan (bupati). Selain dari ikatan-ikatan penghubung berupa pengabdian dan kesetiaan kepada satu orang yang sama, yaitu raja, nampaknya tidak ada hubungan administrative secara horizontal yang dapat memastikan atau melindungi kemerdekaan para bupati dari satu sama lainnya. Dalam kenyataannya tindakan sewenang-wenang terhadap sesama pejabat raja mudah terjadi bila daya pengawasan pemerintah pusat menjadi lemah. Keadaan yang demikian menggoda para pejabat raja (para bupati) untuk bertindak sewenang-wenang terhadap sesamanya, sebab otonomi yang diberikan kepada para pejabat (bupati) itu disertai dengan hak untuk memiliki Angkatan bersenjata sendiri