Optimizing antibiotic use in Indonesia: A systematic review and evidence synthesis to inform opportunities for intervention

Summary: Background: A major driver of antimicrobial resistance (AMR) and poor clinical outcomes is suboptimal antibiotic use, although data are lacking in low-resource settings. We reviewed studies on systemic antibiotic use (WHO ATC/DDD category J01) for human health in Indonesia, and synthesized available evidence to identify opportunities for intervention. Methods: We systematically searched five international and national databases for eligible peer-reviewed articles, in English and Indonesian, published between 1 January 2000 and 1 June 2021 including: (1) antibiotic consumption; (2) prescribing appropriateness; (3) antimicrobial stewardship (AMS); (4) consumers’ and providers’ perceptions. Two independent reviewers included studies and extracted data. Study-level data were summarized using random-effects model meta-analysis for consumption and prescribing appropriateness, effect direction analysis for antimicrobial stewardship (AMS) interventions, and qualitative synthesis for perception surveys. (PROSPERO: CRD42019134641) Findings: Of 9323 search hits, we included 100 reports on antibiotic consumption (20), prescribing appropriateness (49), AMS interventions (13), and/or perception (25) (8 categorized in >1 domain). The pooled estimate of overall antibiotic consumption was 134.8 DDD per 100 bed-days (95%CI 82.5–187.0) for inpatients and 121.1 DDD per 1000 inhabitants per day (10.4-231.8) for outpatients. Ceftriaxone, levofloxacin, and ampicillin were the most consumed antibiotics in inpatients, and amoxicillin, ciprofloxacin, and cefadroxil in outpatients. Pooled estimates for overall appropriate prescribing (according to Gyssens method) were 33.5% (18.1–53.4) in hospitals and 49.4% (23.7–75.4) in primary care. Pooled estimates for appropriate prescribing (according to reference guidelines) were, in hospitals, 99.7% (97.4–100) for indication, 84.9% (38.5-98.0) for drug choice, and 6.1% (0.2–63.2) for overall appropriateness, and, in primary care, 98.9% (60.9-100) for indication, 82.6% (50.5–95.7) for drug choice and 10.5% (0.8–62.6) for overall appropriateness. Studies to date evaluating bundled AMS interventions, although sparse and heterogeneous, suggested favourable effects on antibiotic consumption, prescribing appropriateness, guideline compliance, and patient outcomes. Key themes identified in perception surveys were lack of community antibiotic knowledge, and common non-prescription antibiotic self-medication. Interpretation: Context-specific intervention strategies are urgently needed to improve appropriate antibiotic use in Indonesian hospitals and communities, with critical evidence gaps concerning the private and informal healthcare sectors. Funding: Wellcome Africa Asia Programme Vietnam. Abstrak: Latar belakang: Pendorong utama resistensi antimikroba/antimicrobial resistance (AMR) dan keluaran klinis yang buruk adalah penggunaan antibiotik yang kurang optimal meskipun data tentang masalah ini masih kurang di area yang bersumber daya rendah. Kami menelaah berbagai penelitian tentang penggunaan antibiotik sistemik (WHO ATC/DDD kategori J01) untuk kesehatan manusia di Indonesia, dan mensintesis bukti yang ada guna melihat peluang untuk intervensi. Metode: Kami mencari secara sistematis pada lima pangkalan data internasional dan nasional, artikel yang memenuhi kriteria kelayakan ditelaah mitra bestari (peer-reviewed), ditulis dalam bahasa Inggris dan Indonesia, serta diterbitkan antara tanggal 1 Januari 2000 sampai 1 Juni 2021, yang mencakup: 1) konsumsi antibiotik; 2) ketepatan peresepan; 3) penatagunaan antimikroba/antimicrobial stewardship (AMS); 4) persepsi konsumen dan penyedia layanan. Dua penelaah secara independen memilih artikel dan melakukan ekstraksi data dari artikel yang dipilih. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model meta-analisis efek-acak (random-effect model) untuk melihat kesesuaian konsumsi dan peresepan, analisis arah efek (effect direction analysis) untuk intervensi AMS, serta sintesis kualitatif untuk survei persepsi. (PROSPERO: CRD42019134641) Hasil: Dari 9323 hasil pencarian, kami memasukkan 100 laporan tentang konsumsi antibiotik (20), ketepatan peresepan (49), AMS (13), dan/atau persepsi (25) (8 dikategorikan ke dalam >1 domain). Estimasi gabungan (pooled estimate) konsumsi antibiotik adalah 134,8 DDD/100 pasien-hari (KI95 82,5-187,0) untuk pasien rawat inap, dan 121.1 DDD/1000 populasi per hari (KI95 10,4-231,8) untuk pasien rawat jalan. Ceftriakson, levofloksasin, dan ampisilin merupakan antibiotik yang paling banyak dikonsumsi oleh pasien rawat inap; dan amoksisilin, siprofloksasin, and sefadroksil oleh pasien rawat jalan. Estimasi gabungan untuk peresepan yang tepat secara keseluruhan (menurut metode Gyssens) adalah 33,5% (KI95 18,1–53,4) di rumah sakit dan 49,4% (KI95 23,7–75,4) di fasilitas kesehatan primer. Estimasi gabungan untuk peresepan yang tepat (menurut panduan) di rumah sakit adalah 99,7% (KI95 97,4–100) untuk indikasi, 84,9% (KI95 38,5–98,0) untuk pilihan obat, dan 6,1% (KI95 0,2–63,2) untuk kesesuaian secara keseluruhan. Pada fasilitas kesehatan primer, estimasi gabungannya adalah 98,9% (KI95 60,9–100%) untuk indikasi, 82,6% (KI95 50,5–95,7) untuk pilihan obat, dan 10,5 (KI95 0,8–62,6) untuk kesesuaian secara keseluruhan. Studi-studi yang mengevaluasi gabungan beberapa intervensi AMS menunjukkan efek positif terhadap konsumsi antibiotik, ketepatan resep, kepatuhan terhadap panduan, dan keluaran pasien. Tema utama yang diidentifikasi dalam survei persepsi adalah kurangnya pengetahuan antibiotik di antara konsumen dan penggunaan antibiotik tanpa resep. Interpretasi: Strategi intervensi spesifik konteks sangat dibutuhkan untuk meningkatkan penggunaan antibiotik yang tepat di rumah sakit dan masyarakat di Indonesia, dengan kesenjangan bukti kritis tentang penyedia layanan kesehatan swasta dan informal. Pendanaan: Wellcome Trust Africa Asia Programme Vietnam