KRITIK AISYAH ABDURRAHMAN (BINT AL-SYATHI’) TERHADAP BERBAGAI PANDANGAN TENTANG HURUF MUQATTA’AH

Huruf muqat}t}a’ah, kehadirannya memang telah mengundang dan menarik perhatian para pemerhati kajian al-Qur’an baik di kalangan ilmuwan muslim atau non-muslim untuk berijtihad memaknainya. Di antara mereka, ada yang memaknai huruf tersebut sebagai bunyi penarik perhatian atau peringatan (tanbīh), huruf abjad bermakna bilangan atau angka, dan sebagai huruf yang paling banyak muncul atau tema pokok dalam surat. Pemaknaan seperti ini, tidak menutup kemungkinan akan merambah pada wilayah yang tidak terbatas. Artinya seseorang bisa saja memaknai huruf-huruf itu menurut kehendaknya, bahkan pada tataran yang tidak masuk akal. Penelitian ini ingin mengungkapkan penjelasan tentang huruf muqat}t}a’ah berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an yang dikemukakan oleh Bint al-Syathi’ dalam al-I'jāz al-Bayāni> lil Qur’ān wa Masā'il Ibn al-Azraq melalui kritiknya terhadap beberapa pandangan tentang huruf muqat}t}a’ah dan melalui kajian istiqrā’ terhadap semua surat yang dibuka oleh huruf muqat}t}a’ah yang dilakukannya. Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui secara komprehensif apa saja bentuk kritikan Bint al-Syathi’ terhadap berbagai pandangan tentang huruf muqat}t}a’ah berikut alasannya mengkritik pandangan-pandangan tersebut yang dengannya dapat diketahui bagaimana pendapat Bint al-Syathi’ tentang huruf muqat}t}a’ah dan kenapa dia berpendapat seperti itu serta untuk mengetahui orisinalitas pendapat Bint al-Syathi’ tentang huruf muqat}t}a’ah. Dari penelitian ini ditemukan jawaban bahwa bentuk kritik dari Bint al-Syathi’ adalah (1) menolak pemaknaan huruf muqat}t}a’ah sebagai huruf abjad yang bermakna bilangan atau angka dengan mengemukakan pendapat tokoh-tokoh yang juga menolak pemaknaan tersebut. (2) Menyatakan bahwa pemaknaan yang diberikan oleh al-Zarkasy sebagai pentakwilan yang terlalu jauh dan berlebihan ketika dia memaknai bahwa huruf muqat}t}a’ah الم mengisyaratkan pada proses perjalanan hidup manusia di dunia dikaitkan dengan makhārij al-hurūf masing-masing huruf tersebut. (3) Menyatakan bahwa al-Razi tidak membahas aspek al-i'jāz al-bayāni> dari keberadaan huruf muqat}t}a’ah ketika memaknainya sebagai tanbīh. (4) Menunjukkan ketidak cermatan al-Razi, al-Zamakhsyari, dan Rasyid Ridla serta menegaskan bahwa semua surat yang diawali huruf muqat}t}a’ah selalu memuat ayat-ayat yang bercerita tentang al-Qur’an tanpa terkecuali, baik yang terletak dipermulaan surat ataupun tidak. Alasan Bint al-Syathi’ mengkritik pandangan-pandangan tersebut adalah untuk menunjukkan ketidak-sejalanan pemikirannya dengan orang-orang yang menyandangkan i’jāz al-Qur’ān kepada sesuatu selain gaya bahasa yang unik dan tidak tertandingi serta karena takwilan-takwilan tentang huruf muqat}t}a’ah dari para ulama salaf itu berlebihan dan tidak menyentuh aspek al-i'jāz al-bayāni> lil Qur’ān. Sedangkan pendapatnya sendiri adalah bahwa huruf-huruf muqat}t}a’ah hanya sekedar menunjukkan bahwa al-Qur’an memang disusun al-Qur’an tersusun dari huruf hija’iyyah. Pendapat tersebut tidaklah original karena diungkapkan juga oleh al-Thabari, Ibn Katsir, al-Raghib al-Ashfahani dan lain-lain. Diapun berpendapat bahwa hikmah di balik huruf muqat}t}a’ah adalah menjadi tanda bahwa manusia adalah makhluk berakal karena manusia memiliki kecerdasan dalam merangkai huruf dan dengan kemampuan tersebut manusia dapat membaca dan memperoleh ilmu pengetahuan yang membedakannya dari hewan yang tidak berakal