HAK NAFKAH ANAK YANG LAHIR DARI PERNIKAHAN SIRRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN JO KOMPILASI HUKUM ISLAM

Secara implementatif penulis melihat ada dua model perkawinan diindonesia yang pertama adalah perkawinan yang sah dan tidak memiliki surat nikah dikatakan sah apabila memenuhi unsur Kompilasi Hukum Islam tepatnya tertuang pada pasal 14. Model perkawinan kedua adalah model pernikahan dengan memenuhi 5 unsur yakni terdapat pengantin pria, pengantin wanita, seorang wali nikah, terdapat dua orang saksi laki-laki yang adil, serta Ijab dan Kabul, kemudian memiliki akta nikah seperti yang telah diatur di dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tepatnya terdapat pada pasal 2. Maka dapat disimpulkan bahwa syarat sahnya perkawinan dalam hukum islam dan dalam hukum positif tidak terdapat perbedaan. Dengan demikian orang yang menikah tanpa adanya surat nikah atau pernikahan yang tidak didaftarkan dalam KUA (Kantor Urusan Agama) sama kedudukannya dengan orang yang pernikahannya didaftarkan di kantor urusan agama. Setelah terbentuknya satu keluarga, biasanya terjadi suatu akibat atau konsekuensi yang timbul dari suatu perkawinan, hal ini dapat disebut dengan hak serta kewajiban diantara suami dan istri, dari banyaknya kewajiban tersebut terdapat kewajiban yang dilimpahkan untuk suami yakni memberikan nafkah kepada istri dan anak. Metode penelitian ini bersifat penelitian pustaka Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu dengan menggunakan data meneliti bahan pustaka. Tahap penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan yang terdiri dari bahan primer,sekunder,tersier. Teknik pengumpulan data melalui studi dokumen dan menyusun secara sistematis dengan peraturan perundang-undangan yang terkait. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa menurut Hukum Islam Pernikahan adalah salah satu perbuatan ibadah. Menurut pasal 14 KHI(lengkapi poin) (Kompilasi Hukum Islam) pernikahan sah secara agama islam bila memenuhi syarat pada pasal tersebut.Undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 2 menyatakan perkawinan dinyatakan sah apabila dilakukan menurut hukum agamanya dan tiap tiap perkawinaan dicatat menurut peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Praktik pernikahan sirri masih banyak terjadi dimasyarakat karena proses nya yang mudah, dari pernikahan sirri ini akan berdampakpada negatif bagi sang istri ataupun anak yang akan dilahirkannya, yaitu : a) Bagi isteri apabila terjadi suatu perceraian tidak dapat menuntuthaknya di Pengadilan karena pernikahan tidak memiliki alat bukti yang outentik sehigga pernikahan mereka tidak dilindungi Undang-undang. B) Bagi isteri sulit menuntut nafkah dari suami c) Anak tidak terpenuhi hak-haknya, dimana anak tidak mendapatkan akta kelahiran dan tidak mempunyai kedudukan di mata hukum. Ketika pengadilan telah mewajibkan ayah dari anak tersebut untuk memberikan nafkah terhadap anak-anaknya namun dia menolak atau tetap memberikan nafkah namun tidak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh hakim melalui keputusan pengadilan, sehingga menyebabkan nafkah yang diberikan tidak dapat memenuhi kebutuhan sang anak. Kata Kunci : Pernikahan Sirri, Hak Nafkah Anak, Kompilasi Hukum Isla