Tinjauan Yuridis Terhadap Penerbitan Surat Tagihan Pajak Di PT. Chandra Agung Perkasa

Latar Belakang pajak sebagai salah satu sumber pendapatan Negara telah menjadi primadona di banyak negara sebagai suatu sumber pembiayaan pengelolaan Negara, karena sumber tersebut telah memberikan penerimaan terbesar bagi negara serta merupakan salah satu sumber dana utama dalam melakukan pembangunan termasuk di Indonesia yang terkonstruksi dalam anggaran pendapatan dan belanja Negara yang merupakan bagian dari rencana kerja pemerintah setiap tahun dalam mengelola negara. Pajak juga dimaknai sebagai suatu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu Negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali dana yang berasal dari dalam Negeri. Di dalam usaha pemerintah untuk melestarikan dan meningkatkan Pembangunan Nasional, maka tidak ada jalan lain kecuali meneruskan Pembangunan itu dengan kekuatan sendiri, yang berasal dari sumbangan masyarakat dalam bentuk pembayaran pajak. Seiring dan berjalannya dengan kemajuan yang pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan di dalam masyarakat terjadi pertumbuhan yang demikian meningkat, khususnya di bidang Ekonomi. Penelitian ini bertujuan Untuk meneliti sejauh mana peranan pajak bagi penerimaan negara dan bagaimana alokasi dana tersebut bagi pembangunan nasional, bagaimana implementasi dan implikasi bagi dunia usaha khususnya pada PT. Chandra Agung Perkasa. Juga untuk memperoleh Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan dalam bidang perpajakan di Indonesia.. Penelitian ini merupakan penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan demikian penelitian ini akan menganalisis tinjauan yuridis studi kasus dalam penerbitan STP Pajak PT. Chandra Agung Perkasa. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan kesimpulan, bahwa Bahwa argumentasi dari Direksi PT.Chandra Agung Perkasa, mengajukan Keberatan Atas Penerbitan Surat Tagihan Pajak Tersebut diatas adalah cacat hukum karena dalam penerbitan Surat Tagihan Pajak Tersebut menggunakan multi tafsir, sehingga mengaburkan penafsiran tentang Pajak Terhutangnya. Dan ditambah lagi subtansinya Penerbitan Surat Tagihan Pajak ini berdasarkan versi sepihak dari Account Representative Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibitung, yang menetapkan pynalty 2% dari total Bruto penjualan pertahun pajak. Perbedaan persepsi antara account representative KPP cibitung dengan wajib pajak inilah yg menjadi sengketa dalam perhitungan pajak terutang.Versi Account representative bahwa Wajib Pajak sebagai Distributor, jual barang kpd pihak lain yg terutang PPN, misalkan dijual kepada perusahaan Developer, sedangkan versi wajib pajak, hanya sebagai Pedagang Eceran, yang menjual barangnya kepada konsumen akhir,sehingga status barang kena pajak terakhir putus pada konsumen akhir tersebut, dan Wajib pajak sdh menyetor dan melaporkan PPNnya di Gunggung, jadi tidak ada kewajiban bayar denda 2 % dari total bruto penjualan per tahun pajak, seperti tertuang dalam pasal 14 (4) UU KUP tersebu