PERPUSTAKAAN DI KOTA SEMARANG

Karena tingkat literasi Indonesia terhadap dunia rendah, yang berada di posisi 62 dari 70 negara. Maka ada dasar untuk mengajukan judul proyek ini. Tidak hanya itu, namun pemilihan proyek perpustakaan karena Wakil Gubernur Jawa Tengah mengatakan bahwa Kota Semarang akan di canangkan sebagai Kota Literasi, masalah tingkat pendidikan yang berada di Jawa Tengah harus segera diselesaikan karena masyarakat di Jawa Tengah yang baru mengeyahkan pendidikan baru delapan tahun. Pada Reuni Nasional Ikatan Kekeluargaan Pengerahan Tenaga Mahasiswa (IKPTM) ke-10 Wali Gubernur Jawa Tengah, mengharapkan bisa memberikan support secara keseluruhan terhadap kegiatan yaitu program yang bergerak di bidang Pendidikan. Pemelihan lokasi berada di Semarang karena Semarang akan di canangkan sebagai Kota Literasi, selain itu hanya dua perpustakaan umum yang berada di Semarang, maka dari itu akan merencanakan proyek perpustakaan umum. Dari data pekerjaan yang berada di Jawa Tengah, masih banyak pekerja lulusan SD karena struktur pendduduknya masih lulusan ini di banding lulusan perguruan tinggi. Pekerja di Jawa Tegah masih di dominasi lulusan SD dengan 51,97%. Perpustakaan yang di kelola pemerintah pada tahun 2017 ada 13.037, pada tahun 2018 ada 13.488, pada tahun 2019 ada 17.472 ,dan tahun 2020 ada 16.567. Sedangkan perpustakaan yang di kelola oleh Non Pemerintah ketidak stabilan tersebut cukup terlihat dari tahun 2017 ada 127.440, tahun 2018 ada 203.904, tahun 2019 ada 259.904 ,dan tahun 2020 ada 249.987. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat Kota Semarang masih aktif di dalam perpustakaan untuk mencari ilmu atau rekreasi. Permasalahan yang terjadi pada perpustakaan yang paling sering di temui adalah, perpustakaan yang merupakan fungsi Pendidikan di jadikan satu bangunan dengan fungsi lainnya. Dari permasalahan tersebut masyarakat kurang merasa nyaman, tidak hanya itu saja masyarakat bosan, fasilitas yang kurang, buku yang ada tidak komplit ,dan parkir yang terbatas. Pada desain perpustakaan melakukan pendekatan perilaku karena sebuah perancangan memerlukan pertimbangan terhadap perilaku manusia dalam masalah penyelesaian desain perpustakaan. Pendekatan Placemaking akan di gunakan pada bangunan ini, sebuah pendekatan yang akan mementingkan kepentingan manusia dalam perancangannya. Pengguna yang akan disoroti dalam perpustakaan adalah seluruh pengguna yang memerlukan pergerakan dan aktivitas yang nyaman. Keterbatasan gerak dan aktivitas pada pengguna menjadi perhatian dalam penyusunan polar uang dan bentuk ruang. Pengguna perpustakaan membutuhkan akses yang mudah karena merupakan kenyamanan yang dibutuhkan pada sebuah bangunan.Pada ruang baca di dalam perpustakaan membutuhkan perhatian, karena tidak semua pengguna selalu ingin duduk dengan tegap. Dengan begitu untuk menciptakan ruang yang nyaman, penyediaan tempat baca yang beraneka macam perlu di perhatikan. Menggunakan konsep arsitektur neo vernacular akan menjadikan bangunan perpustakaan berbeda dengan bangunan perpustakaan di Semarang yang lainnya. Penggunaan konsep tersebut diharapkan pengunjung dapat merasa senang berada di perpustakaan dan dapat sering kembali . Kata kunci : Perpustakaan, Pendidikan, Teori Placemaking, Aksesibilita