TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN PERJANJIAN BAGI HASIL (RAWI DUA) PADI ANTARA PEMILIK LAHAN DAN PENGGARAP (Studi Kasus Di Desa Rite Kecamatan Ambalawi Kabupaten Bima)

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui, menguraikan, menjelaskan dan menganalisa penerapan perjanjian bagi hasil (rawi dua) padi pemilik lahan dan penggarap di Desa Rite Kecamatan Ambalawi Kabupaten Bima. Berdasarkan fenomena yang terjadi, pokok permasalahan yang akan penyusun teliti yaitu Bagaimana penerapan perjanjian bagi hasil padi, dan Bagaimana upaya penyelesaian sengketa apabila ada permasalahan yang terjadi pada proses bagi hasil padi antara kedua belah pihak. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Empiris. Dengan pendekatan yuridis sosiologis, yang berfokus pada perilaku masyarakat hukum. Penilitian hukum empiris merupakan sebuah metode penelitian hukum dalam artian yang nyata dan untuk meneliti bagaimana hukum bekerja di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan, perjanjian atau kesepakatan bagi hasil (rawi dua) padi antara pemilik lahan dan penggarap diantaranya (1) bagi hasil (rawi dua) hasil panen padi dengan menggunakan perbandingan 1:1 artinya setengah dari jumlah total hasil panen setelah dikurangi biaya untuk alat memanen total hasil panen setelah dikurangi biaya panen, (2) hak dan kewajiban pihak penggarap dan pemilik tanah sesuai kesepakan perjanjian bagi hasil ditentukan masing-masing hak dan kewajiban mereka, (3) risiko apabila terjadi kegagalan dalam panen berapapun atau bagaimanapun hasilnya tetap akan dibagi sesuai dengan imbangan (kerugian ditanggung bersama), (4) jangka waktu perjanjian bagi hasil menggunakan ketentuan yang ada dalam hukum adat setempat, dimana tidak ditentukan secara tegas dan jelas (5) berakhirnya perjanjian bagi hasil (rawi dua) padi di Desa Rite kebiasaan yang terjadi pada saat jangka waktu yang sudah disepakati bersama sudah berakhir biasanya pada saat musim panen tanaman berakhir maka umumnya perjanjian bagi hasil berakhir dengan sendirinya atau berdasarkan kesepakatan awal pemilik sawah dan penggarap tapi berakhirnya perjanjian bagi hasil juga bisa terjadi karena ada sebab-sebab tertentu yakni apabila salah satu pihak melanggar perjanjian yang disepakati, karena penggarap tidak mengerjakan sawahnya dengan semestinya, atau biasanya pemilik sawah meminta bagian hasil panen yang lebih dari penggarap. Proses perjanjian bagi hasil (rawi dua) dilakukan oleh pihak pemilik tanah dan penggarap hanya karena atas dasar tolong-menolong dan rasa kekeluargaan yang masih sangat kuat diantara masyarakat Desa Rite, di mana antara pemilik sawah dan penggarap saling membutuhkan dan sebagai wujud tolong-menolong diantara masyarakat Desa Rite. Upaya penyelesaian sengketa apabila ada permasalahan yang terjadi tentang bagi hasil (rawi dua) padi antara kedua belah pihak, menggunakan cara musyawarah dan mufakat dengan melibatkan tokoh masyarakat atau tokoh agama setempat manakala tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua belah pihak