Penyalahgunaan Kekuasaan Oleh Juliari Batubara Dalam Pemberian Bantuan Sosial Bagi Masyarakat Pada Masa Pandemi Covid 19 Di Indonesia

Pandemi covid 19 membawa dampak besar terhadap berbagai sektor kehidupan yang ada di Indonesia bahkan di dunia, sehingga menyebabkan terjadinya 3 dampak yang besar bagi perekonomian Indonesia, yaitu melemahnya konsumsi rumah tangga atau melemahnya daya beli; melemahnya bidang investasi dan berimplikasi terhadap berhentinya berbagai bidang usaha; pelemahan ekonomi sehingga menyebabkan harga komoditas turun. Pemerintah Indonesia telah melakukan tindakan cepat, untuk dapat mengatasi dampak dari pandemi covid 19 di Indonesia, yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) DAN PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL. Namun kebijakan pemerintah tersebut justru disalahgunakan oleh Juliari Batubara sebagai menteri sosial republik Indonesia, yang juga merupakan seorang pejabat pemerintah dengan melakukan tindak pidana korupsi dengan meminta fee minimal 10% untuk satu paket sembako secara langsung kepada pemenang tender yang telah ditunjuknya lagsung melalui tim khusus yang sudah terbentuk sebelumnya. Kemudian kasus korupsi tersebut dibuktikan dari adanya pengakuan dari masyarakat serta fakta yang memperlihatkan bahwa paket sembako yang diberikan sangat tidak sesuai dan jauh dari kata layak dari nominal yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebesar Rp270.000,00, yang dapat diketahui dan dilihat dari jenis kualitas yang rendah atau dibawah standar nasional Indonesia dan merek yang tidak pernah terdengar sebelumnya, seperti: susu, jenis beras yang berkutu dan sangat kusam, ayam yang berbau busuk dan jenis sarden kaleng yang berbau busuk dan juga tidak adanya ikan sarden di dalam kalengnya tersebut atau hanya kuahnya saja. Yang kedua, BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (untuk selanjutnya disebut BPKP) menemukan adanya harga yang tidak wajar dalam paket bantuan sosial untuk masyarakat saat pandemi, yaitu sebesar Rp 65,88 Miliyar, yang membuat adanya suatu indikasi kelebihan dalam pembayaran harga bahan pokok sembako. Kemudian, adanya selisih harga untuk transportasi di daerah Jakarta; Bogor; Depok; Tangerang dan Bekasi, sebesar Rp 2,97 Miliyar dan kelebihan pembayaran dalam paket bantuan sosial, sebesar Rp 6,09 Miliyar. Sehingga dari proses penghitungan menurut BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (untuk selanjutnya disebut BPKP), anggaran bantuan sosial diduga dikorupsi sebesar Rp 20,8 Miliyar. Yang ketiga, kasus korupsi dana bantuan sosial yang terjadi di Indonesia, dikarenakan adanya pengurangan jumlah penerima bantuan sosial yang seharusnya diberikan kepada masyarakat Indonesia yang terdampak oleh situasi kondisi pandemi covid 19, bahkan ada beberapa masyarakat Indonesia yang tidak menerima sama sekali dana bantuan sosial yang telah diberikan oleh pemerintah Indonesia melalui kementerian sosial untuk disalurkan. Hal tersebut dapat terlihat dari tindakan pelaku yang membuat sebuah daftar nama penerima bantuan sosial secara rekayasa atau fiktif, agar pemerintah pusat tetap menyalurkan dana bantuan sosial tersebut./ The COVID-19 pandemic has had a major impact on various sectors of life in Indonesia and even in the world, causing 3 major impacts on the Indonesian economy, namely weakening household consumption or weakening purchasing power; weakening of the investment sector and the implications for the cessation of various business fields; economic downturn causing commodity prices to fall. The Indonesian government has taken quick action to overcome the impact of the COVID-19 pandemic in Indonesia, namely by issuing Presidential Regulation Number 82 of 2020 concerning the 2019 CORONA VIRUS DISEASE (COVID-19) AND NATIONAL ECONOMIC RECOVERY Committee. However, this government policy was misused by Juliari Batubara as the social minister of the republic of Indonesia, who is also a government official by committing a criminal act of corruption by asking for a minimum fee of 10% for one basic food package directly to the tender winner who had been appointed directly through a special team that had been appointed. previously formed. Then the corruption case was proven by the recognition from the public as well as the fact that the basic food packages provided were very inappropriate and far from worthy of the nominal set by the Indonesian government of Rp. 270,000.00, which can be identified and seen from the type of quality. which is low or below Indonesian national standards and brands that have never been heard before, such as: milk, a type of rice that is lice and very dull, chicken that smells rotten and a type of canned sardine that smells bad and also no sardines in the can or just just the gravy. Second, the FINANCIAL AND DEVELOPMENT SUPERVISORY AGENCY (hereinafter referred to as BPKP) found that there was an unreasonable price in the social assistance package for the community during the pandemic, which was Rp. Then, there is a price difference for transportation in the Jakarta area; Bogor; Depok; Tangerang and Bekasi, amounting to Rp 2.97 billion and overpayment in social assistance packages, amounting to Rp 6.09 billion. So from the calculation process according to the FINANCIAL AND DEVELOPMENT SUPERVISORY AGENCY (hereinafter referred to as BPKP), the social assistance budget is alleged to have been corrupted in the amount of Rp. 20.8 billion. Third, the corruption case of social assistance funds that occurred in Indonesia, due to a reduction in the number of recipients of social assistance that should have been given to the Indonesian people who were affected by the situation of the COVID-19 pandemic, there were even some Indonesians who did not receive any social assistance funds that had been provided. provided by the Indonesian government through the ministry of social affairs for distribution. This can be seen from the actions of the perpetrators who made a list of recipients of social assistance in an engineering or fictitious manner, so that the central government continued to distribute the social assistance funds