Kedudukan perempuan dalam Islam menurut Siti Musdah Mulia

Islam merupakan agama yang sangat menghormati dan menghargai laki-laki dan perempuan dihadapan Tuhan secara mutlak. Namun demikian, mayoritas umat Islam memiliki cara pandang yang kurang fair terhadap perempuan atas laki-laki. terutama dalam memahami hadis-hadis misogini. Hal ini mengundang banyak kritik dari berbagai feminis, salah satunya yaitu Siti Musdah Mulia. Dalam gagasannya, Musdah mengharuskan adanya kesetaraan di antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan ajaran Islam. Berdasarkan uraian tersebut penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana pemikiran Musdah Mulia tentang kedudukan perempuan dalam Islam dan apa faktor penyebab terjadinya perbedaan dalam penafsiran gender. Penelitian ini merupakan jenis penelitian perpustakaan (library research). Sumber-sumber data primernya diperoleh dari buku-buku karya Siti Musdah Mulia dan wawancara ; kemuliaan perempuan dalam Islam, indahnya Islam menuarakan kesetaraan dan keadilan gender, serta karya-karya yang memuat pemikirannya dan pemikiran lain yang berkaitan dengan penelitian ini diposisikan sebagai data pendukung. Hasil analisis, pemikiran Siti Musdah Mulia mengungkapkan bahwa kedudukan perempuan dalam Islam memiliki kedudukan yang sama seperti yang dimiliki oleh laki-laki tidak ada pembeda di antara keduanya melainkan kualitas iman dan ketakwaannya. Esensi dalam ajaran Islam yakni tauhid, adalah sebuah pengakuan bahwa hanya Tuhan yang harus disembah. Hal ini meniscayakan bahwa tidak ada makhluk yang setara dengan Tuhan, oleh karenanya semua makhluk adalah sama baik laki-laki maupun perempuan. Dalam konteks penciptaan manusia surah an-Nisa 4:1 dikatakan bahwa manusia berasal dari yang satu (nafs Wahidah) sehingga tidak ada perbedaan diantara keduanya. Laki-laki dan perempuan merupakan mitra sejajar, keduanya diciptakan untuk menjadi khalifah fil ard, dan dalam konteks sosial ditugaskan kepada keduanya untuk melakukan amar makruf nahy munkar, melakukan perbaikan moral dengan menggunakan upaya-upaya transformasi dan humanisasi. Sehingga tidak ada diskriminasi dan paham the second sex seperti dalam ajaran agama sebelum Islam, laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama dalam strata sosial. Sedangkan bias dalam penafsiran teks-teks agama disebabkan oleh perbedaan tingkat intelektualitas dan pengaruh latar belakang sosiokultural dan sosiohistoris manusia yang menafsirkannya