Pertimbangan hakim di Indonesia dan Malaysia dalam memberikan hak Hadanah kepada ayah perspektif maslahah dan keadilan gender

Indonesia dan Malaysia menetapkan ibu sebagai pemegang hak asuh utama bagi anak yang belum mumayyiz dan juga sama-sama memberikan hak pilih bagi anak mumayyiz untuk diasuh oleh ayah ataupun ibunya. Namun, baik di Indonesia maupun Malaysia terdapat putusan hak asuh anak yang belum mumayyiz diberikan kepada ayah. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan hak asuh anak kepada ayah, serta argumen yang pemohon dan termohon gunakan dalam upaya mendapatkan hak asuh anak. Penelitian ini merupakan penelitian normatif (liberary research) yang termasuk di dalamnya adalah perbandingan yuridis antar negara dan termasuk kedalam jenis penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kasus (case approach) dengan melakukan analisis terhadap argumen hakim dalam memutuskan perkara hak asuh anak. Sumber data primer penelitian ini adalah putusan Mahkamah Agung berikut putusan tingkat pertama dan banding tentang hak asuh anak kepada ayah dari tahun 2016-2019 dan perkara di tahun yang sama di Mahkamah Tinggi Syariah Malaysia. Adapun sumber sekunder penelitian didapat dari penelitian dan publikasi yang terkait. Adapun hasil penelitian ini adalah: Pertama, argumen penggugat dan tergugat selalu berorientasi kepada dalil ketidakcakapan masingmasing pihak dalam mengasuh anak. Kedua, tidak semua putusan perkara hak asuh anak di Pengadilan Agama Indonesia didasarkan pada prinsip maslahah, berbeda dengan putusan Mahkamah Syariah Malaysia. Adapun alasan yang dipakai hakim untuk memberikan hak asuh anak kepada ayah berkaitan dengan aspek kepentingan terbaik bagi anak. Tiga, hakim ketua perempuan lebih bersikap intoleran kepada perempuan yang tidak dapat membuktikan keutamaannya terhadap anak