Implementasi peraturan mahkamah agung nomor 4 tahun 2019 tentang tata cara penyelesaian gugatan sederhana di pengadilan negeri kudus

Skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 4 TAHUN 2019 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA DI PENGADILAN NEGERI KUDUS ” ini secara umum bertujuan untuk: Untuk mengetahui implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana di Pengadilan Negeri Kudus yaitu Perselisihan atau konflik yang diselesaikan di Peradilan harus menerapkan prinsip biaya ringan, sederhana, dan waktu yang cepat dengan cara Gugatan Sederhana dan mengetahui upaya hukum bagi pihak yang kalah dalam Gugatan Sederhana serta tata cara dalam mengajukan upaya hukum. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Dalam hal teknik pengumpulan data penulis menggunakan data primer dan data sekunder. Setelah data diperoleh maka disusun menggunakan deskriptif analitis, kemudian dianalisa sehingga memperoleh kejelasan dari permasalahan yang dibahas. Selanjutnya, disusun sebagai skripsi yang bersifat ilmiah. Hasil penelitian yang diperoleh adalah berdasarkan informasi yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Kudus bahwa pemeriksaan perkara perdata dengan menggunakan Peraturan Mahkamah Agung nomor 4 Tahun 2019 masih tergolong kecil jumlahnya, jika dibandingkan dengan pemeriksaan acara perdata biasa karena jumlah perkara perdata dengan menggunakan Peraturan Mahkamah Agung nomor 4 tahun 2019 memiliki batasan nilai kerugian hanya Rp. 500.000.000,- (lima rutus juta rupiah). Hal ini dapat dilihat dari gugatan sederhana yang masuk dan didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kudus sampai bulan November 2020 hanya 14 perkara perdata gugatan sederhana. Upaya hukum bagi pihak yang kalah dalam gugatan sederhana adalah upaya keberatan, keberatan ini diajukan pada Pengadilan Negeri dimana gugatan sederhana didaftarkan sesuai dengan hukum acara yang berlaku, setelah upaya hukum keberatan diputus oleh hakim yang memeriksa dan mengadili, maka putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), terhadap putusan tersebut kedua belah pihak harus menjalankan putusan tersebut sesuai dengan putusan hakim berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), apabila pihak yang kalah tidak bersdedia menjalankan putusan secara sukarela, maka dapat dilakukan upaya paksa (eksekusi) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku