Kepribadian Menurut Sigmun Freud dan Ibnu Sina Serta Implikasinya terhadap Pendidikan Islam

The purpose of this research is to examine the notion of personality and its educational consequences according to Islamic and Western philosophies, using Sigmund Freud and Ibn Sina as examples. By tracking several authoritative written sources, this study employs a qualitative method to literature analysis. Following that, data will be picked, studied, evaluated, and presented. The findings indicated that the fundamental distinction between Sigmund Freud's and Ibn Sina's personality conceptions is in their approach to the concept of individual happiness. According to Sigmund Freud, pleasure is achieved when biological requirements are balanced against psychological and social concerns. According to Sigmund Freud, religion acts as a barrier to human fulfillment. Meanwhile, Ibn Sina's thesis presupposes that an individual's pleasure is contingent upon the completeness of his knowledge and reasoning. Happiness is not limited to this world but also extends to the hereafter. To attain near-perfect knowledge and reason, a unique method is required, one that is highly spiritual in character.Penelitian ini akan mencoba membandingkan konsep kepribadian dan implikasinya terhadap pendidikan menurut teori Islam dan Barat dengan mengambil ide Sigmun Freud dan Ibnu Sina sebagai sampelnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi pustaka dengan menelusuri berbagai sumber tertulis yang otoritatif. Data yang diperoleh kemudian akan diseleksi, dieksplorasi, dianalissi dan disajikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan mendasar antara konsep kepribadian Sigmun Freud dan Ibnu Sina terletak pada konsep kebahagian pada individu. Bagi Sigmun Freud kebahagiaan diperoleh manakala memenuhi kebutuhan biologis dengan pertimbangan psikologi dan sosial. Bagi Sigmun Freud agama adalah penghalang dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Sedangkan teori Ibnu Sina menganggap bahwa kebahagiaan individu akan bergantung pada kesempurnaan ilmu dan akal yang dimilikinya. Kebahagiaan tersebut tidak hanya di dunia tapi akan kekal sampai ke akhirat. Dalam rangka memperoleh ilmu dan akal yang mendekati sempurna dibutuhkan pendekatan yang khusus dan ini sifatnya sangat spiritual